Daftar Isi [Tampil]

Oleh Dr. Mugni, M.Pd., M.Kom. (Kepala BKPSDM Kab. Lotim)

OPINI | Radarselaparang.com - Menjadi PNS masih menjadi harapan sebagian besar anak negeri yang sekolahan. Bila telah tamat kuliah mereka berharap menjadi PNS dan itulah juga harapan dari keluarga dan masyarakat sekitar. Masih ada persepsi di masyarakat bahwa seseorang yang sekolahan baru dikatakan sukses bila telah berhasil meraih status sebagai PNS. Persepsi ini harus segera diubah karena tidak mungkin semua anak negeri yang sudah tamat kuliah menjadi PNS. Kebutuhan akan PNS sangat sedikit. Untuk itu, kuliah/meraih ilmu untuk bekal menjalani hidup lebih baik.

Perlu disosialisasikan lebih massif konsep relegi yang menegaskan bahwa bila ingin meraih bahagia di dunia maka harus dengan ilmu. Bila ingin meraih bahagia di akhirat harus dengan ilmu. Dan, bila ingin meraih bahagia di dunia dan akhirat maka harus dengan ilmu. Ilmu akan mengantar kebahagian. Dengan ilmu maka sesoarang akan bisa bekerja dengan baik dan benar untuk meraih kebahagian/keberhasilan dunia akhirat. Secara formal tingkat ilmuan sesoarang akan ditentukan oleh kualifikasi pendidikan dan peroses yang dijalani dalam menyelesaikannya.

Dalam UU ASN, Nomor 5 tahun 2014, orang yang bekerja di institusi pemerintah diistilahkan dang ASN (Aparatur Sipil Negara). ASN ini menaungi 2 jenis kepegawaian, yakni PNS dan P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).  Pasal 1 UU ASN ayat 3 menegaskan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat-syarat tertentu, diangkat menjadi Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawain untuk menduduki jabatan pemerintahan. Sedangkan ayat 4 menegaskan bahwa Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Dalam Kenetuan yang berlaku saat ini waktu tertentu bekerjanya seorang PPPK adalah lima tahun dan dapat diperpajang bila masih ada formasi untuk yang bersangkutan.

ASN akan bertugas pada instansi pusat dan daerah. Instansi pusat adalah instansi pemerintah dalam bentuk kementerian dan lembaga berserta struktur organisasinya. Sedangkan instansi daerah adalah instansi pemerintah di bawah kendali gubernur, walikota dan bupati.

Proses pengadaan ASN diawali pengusulan formasi oleh kementerian/lembaga/pemerintah daerah. Penetapan formasi berdasarkan Analisis Beban Kerja (ABK) dan Analisis Jabatan (Anjab). Volume beban kerja akan diemban oleh seorang ASN. Dalam satu institusi berapa jabatan yang harus ada dan apa kualifikasi ASN yang harus mengembannya. Contoh sederhana dalam analisis beban kerja adalah institusi sekolah dasar (SD). Dalam aturan pendidikkan SD menggunakan pendekatan distribusi guru kelas. Artinya satu orang guru akan mengajar satu tingkat kelas sehingga dikenal istilah guru kelas, 1, 2,3,4,5, dan 6. Di samping itu ada juga guru mata pelajaran, yakni olah raga dan agama seta di SD ada seorang kepala sekolah yang non jam. Tupoksi sebagai kepala sekolah menjadi pengganti jam mengajarnya. Dari ilustrasi di atas maka pada satu SD, ABK-nya membutuhkan ,9 orang guru, yakni 6 orang guru kelas, 1 orang guru agama, satu orang guru olah raga dan satu orang kepala sekolah. Bila di satu sekolah sudah ada 6 orang guru ASN maka di sekolah tersebut tersedia 3 orang formasi untuk ASN baru.

Formasi yang diusulkan harus disetujui oleh kementerian/lembaga yang mengurus ASN, yakni Kementerian PAN RB dan BKN. Jumlah usulan formasi yang disetujui akan sangat tergantung pada ketersediaan anggaran untuk menggaji mereka secara berkelanjutan yang menjadi urusan Kementerian Keuangan. Sekali menyetujui formasi maka harus tersedia anggaran tiap tahun sampai mereka purnatugas. Dengan alasan keterbatasan anggaran bisa jadi formasi yang diajukan 2000 orang yang disetujui hanya 500 orang, bahkan lebih kecil.

Setelah persetujuan formasi diterima oleh daerah maka proses pengadaan Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) dimulai berpedoman pada jadwal yang dikeluarkan oleh KEMENTERIAN PAN RB/BKN. Jadwal tersebut akan dikirim ke PPK (Pejabat Pembina Kepegawain), dalam hal ini Menteri/Kepala Lembaga/ Gubernur/Bupati/Walikota. PPK akan menyampaikan kepada instansi/bidang teknis kementerian/lembaga/daerah untuk memperoses lebih lanjut. Tentu instansi/bidang teknis akan menyampaikan pengunuman penerimaan CASN dengan seluruh tahapan-tahapannya. Informasi resmi tetang pengadaan CASN hanya yang dikeluarkan intansi teknis yang mengurus kepegawaain. Bila keluar dari yang lain-lain maka jangan percaya dulu.

Tahapan seleksi CASN akan dimulai dengan seleksi administrasi. Seleksi ini untuk mengetahui kesesuaian pelamar dengan formasi yang tersedia. Di pengumuman sudah pasti dengan rinci dijelaskan persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon pelamar. Dalam seleksi admistrasi ini kesesuaian berkas pelamar dengan ketentuan yang dipersyaratkan menjadi indikator kelulusan atau memenuhi syarat (MS). Bila tidak sesuai tentu tidak lulus atua tidak memenuhi syarat (TMS). Bisa saja hal-hal sederhana membuat seorang pelamar tidak lulus. Mungkin sederhana tapi implikasi bisa besar. Contoh, salah satu persyaratan admistrasi ada beberapa dokumen yang harus disertai dengan materai. Materainya materai tempel. Dokumen harus disken dan diapload. Ada pelamar yang berulang-ulang menggunakan satu materai. Setelah disken materainya dicabut dan digunakan lagi ke dokumen yang lain. Sken-aplod dan cabut. Satu materai untuk semua dokumen yang mempersyaratkan materai. Hal ini ditemukan oleh verifikator. Semua dokumen dengan satu nomor seri materai. Apakah ini harus diloloskan? Tentu tidak, "belum saja menjadi ASN sudah culas?” Materai itu adalah salah satu sumber pendapatan negara dalam bentuk pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Negara bisa menghitung berapa materai yang harus terjual saat seleksi CASN. Berapa pelamar, berapa dokumen yang harus bermaterai untuk tiap pelamar. Tinggal dikalikan, selesaikan? Ini kecil tapi implikasinya besar bagi seorang calon ASN.

Verifikator bukan hanya ditingkat daerah tetapi juga di tingkat pusat. Kepanitian pengadaan CASN berjenjang. Ada panitia seleksi nasional (Panselnas) dan ada juga Panitia Seleksi Daerah (Panselda). Dengan pendekatan Teknolgi Informasi dalam pengadaan CASN seluruh tahapan yang dilakukan oleh panitia daerah terminator oleh Panitia Nasional. Panitia daerah harus benar-benar menjalankan regulasi dan ketentuan yang ada sehingga tidak menjadi temuan di belakang hari. Sangat disayangkan bila karena “keteledoran” pada seleksi administrasi persoalan pada saat sang pelamar telah dinyatakan lulus tes. Tentu akan sangat menyakitkan bila sampai kelulusannya dianulir.

Contoh lain misalnya untuk tenaga nakes dipersyaratkan memikiki STR (surat tanda registrasi).  STR ini akan didapatkan oleh seorang nakes bila telah lulus uji kompetensi. Sertifikat ujikom inilah menjadi syarat utama untuk dapat STR. STR dipersyaratkan harus harus terbit tahun sekian. Lama STR akan menjadi indikasi pengalaman seseorang dalam profesinya. Misalnya ada yang bilang lama dapat STR tapi tidak langsung bekerja. Sudah diantisipasi dengan pengalaman kerja dari atasan harus sekian tahun berturut turut. Pengalaman bekerja menjadi indikasi skill seseorang dalam melaksanakan tugas. Untuk itu seleksi administrasi pendaftaran CASN dapat mendeteksi keseriusan, skill dan kejujuran serta integritas seorang calon ASN. Pada tahun 2022 dan 2023 hanya akan mengangkat CASN dari PPPK dengan perioritas utama memenuhi pelayanan dasar, yakni pendidikan dan kesehatan dengan pendekatan seleksi terbuka terbatas. Artinya hanya bagi yang terdaftar di DAPODIK dan Sistem Informasi SDM Kesehatan Kemenkes dan memenuhi persyaratan lain. Tentu tenaga teknis lainnya juga dengan jumlah terbatas. Selamat menjemput takdir. Terus semangat. Waallhua’lam bissawab.