Daftar Isi [Tampil]

MATARAM | Radarselaparang.com - Dalam rangka memperingati Hari Ibu Tahun 2022, FKIP Universitas Nahdlatul Wathan (UNW) Mataram, PGNW, Asosiasi LPTK NTB bekerja sama dengan INOVASI menyelenggarakan seminar secara Luring dan daring dengan tema “Penguatan Literasi melalui Bahasa Ibu” bertempat di Aula UNW Mataram. Jumat, (22/12/2022).

Seminar Luring dan daring tersebut menghadirkan pembicara  dari kalangan Akademisi dan Inovasi yakni Prof. Pri Priono, Ph.D (Akademisi Unram) Prof Mahsun, Ms. (Akademisi (Unram), Feini Santosa (INOVASI), Dr Wirman Kasmayadi (Kepala BGP Prov NTB), dan Dr Rabiatul Adawiyah, M.Pd (Akademisi UNW Mataram).

Dekan FKIP UNW Mataram, Hj Lale Yaqutunnafis, S.Sos., MM. Menyampaikan apresiasi terhadap kegiatan tersebut yang terfokus pada penggunaan bahasa ibu dalam proses belajar mengajar.

Penguatan literasi melalui bahasa ibu dengan bhineka tunggal Ika Bangsa Indonesia adalah anugerah/fenomena luarbiasa karena  pendidikan pertama kita dapatkan dri IBU dimengerti di fahami. literasi merupakan separangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam berbicara, membaca, menulis, menghitung dan berbagai bahasa daerah yang ada menjadi penghantar juga untuk pendidikan yang kita kenal dg mulok. itulah bahasa ibu yang dekat untuk mendidik anak anak dengan cara Ibu mengutamakan bahasa Indonesia melestarikan bahasa daerah, menguasai bahasa asing, Membaca itu jendela dunia penting bagi generasi emas bangsa Indonesia."

Lebih lanjut, Umi Lale Yaqut sebutan akrabnya menilai bahwa sangat penting untuk memastikan seluruh siswa dapat mengakses pelajaran tanpa pengaruh latar belakang bahasa. Ia sangat mengapresiasi usaha pemerintah dalam menjaga eksistensi bahasa ibu dalam pembelajaran. 

“Kita sudah melihat dampak penggunaan bahasa ibu di kelas awal pada anak didik kita, bagaimana peran ibu dalam membimbing anaknya, dan itu sangat bagus,” tuturnya.

Sementara itu, Prof Mahsun, Ms. Dari kalangan Akademisi Unram mengungkapkan hal yang sama. Ia mengapresiasi seminar tersebut.

“Seminar ini merupakan acara yang sangat penting karena membahas hal yang berhubungan erat dengan esensi kehidupan manusia, yaitu pendidikan. Kita sepakat bahwa pendidikan adalah hal yang esensial karena merupakan hajat hidup orang banyak, kemudian makin menarik ketika topik ini dikaitkan dengan bahasa ibu sebagai latar linguistik dalam proses pembelajaran yang memiliki peran sentral dalam pendidikan,” ungkapnya.

Lebih dalam, Mahsun mengungkapkan fungsi edukatif bahasa ibu, yakni dapat meningkatkan akses pendidikan, memfasilitasi dan mengakselerasi capaian keberhasilan belajar bahasa asing, meningkatkan rasa percaya diri dan identitas diri, meningkatkan kemampuan membaca dan hasil belajar yang lebih baik, meningkatkan efisiensi biaya pendidikan karena kecilnya jumlah murid yang harus mengulang pelajaran akibat tidak naik kelas, serta meningkatkan dukungan dan partisipasi masyarakat dan menguatkan pelestarian budaya.

Disebutkan Prof Mahsun Bahwa  yang paling menarik dalam perkembang konsep bahasa ibu, Dimana kita cendrung menyamakan bahasa ibu dengan bahasa daerah. Dimana bahasa ibu dengan bahasa daerah itu dua konsep yang berbeda.

Dijelaskan Prof Mahsun, Yang disebut dengan bahasa  secara ilmu linguistik, yakni Isolek - isolek atau bunyi-bunyian yang menurut parameter tertentu memenuhi syarat sehingga disebut bahasa. Jadi bahasa itu merupakan hal yang abstrak.

"Bahasa Ibu yakni varian bahasa setempat, dimana bahasa pertama yang dikuasai oleh anak manusia yang didapatkan dari ibunya, Sedangkan Bahasa daerah merupakan bahasa standar yang merupakan bahasa yang disepakati oleh masyarakat setempat dengan dialek tertentu ditempat tinggalnya," jelasnya.

Kaitan dengan literasi dengan bahasa ibu, prof Mahsun mengaitkan dengan kemampuan membaca dan menulis anak, peran bahasa ibu sangat besar terutama ketika bahasa ibu itu dijadikan sebagai muatan lokal (mulok).

"Sebaiknya bahasa ibu dijadikan mulok itu bahasa setempat, dimana saya menyarankan, sebaiknya dalam mulok bahasa Sasak memakai sistem tata tulis (ejaan red) bahasa Indonesia, yaitu aksara latin dalam penulisan bahasa Sasak tersebut, tidak perlu kita menggunakan aksara kejawen itu, karena tidak fungsional, dengan menggunakan aksara latin dalam mulok itu akan membantu anak - anak untuk berlitetasi dasar, dalam artian kemampuan baca tulis bahasa indonesia ada kesamaan dalam sistem ejaan yang digunakan, akan jauh beda dia bila dalam mulok itu bahasa Sasak menggunakan ejaan kejawen sementara bahasa Indonesia menggunakan ejaan latin," jelasnya.

Bahasa ibu juga mampu membentuk psikologi dalam menanamkan nilai - nilai yang baik dan akan membentuk karakter terhadap anak, karena lewat bahasa ibu anak akan melafalkan dan dilakukan apa yang diungkapkan oleh ibunya.

Dalam pembentukan karakter anak bahasa ibu itu sangat besar pengaruhnya, Oleh karena itu prof Mahsun menyarankan dalam menanamkan bahasa, seorang ibu disarankan menggunakan bahasa yang baik, Jagan memakai bahwa yang kurang baik di depan anak ataupun disaat berkomunikasi dengan anak.

"karena bahasa itu sangat memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan karakter, sebaiknya ibu-ibu menggunakan bahasa yang baik pada saat berkomunikasi maupun mengajarkan anaknya. Jangan pernah mengeluarkan bahasa yang kurang baik di depan anak. Oleh karena itu, sebisa mungkin sebaiknya menggunakan bahasa yang santun," tutupnya.

Dalam kesempatan yang sama dari Inovasi  Feini Santoso, menilai bahwa posisi bahasa ibu sebagai bahasa pengantar sekolah sangatlah penting. Menurutnya, salah satu cara untuk membuka cakrawala anak menikmati kebahagiaan bergabung dalam kegiatan pembelajaran adalah mengemas bahasa ibu dalam bentuk permainan, nyanyian, dan gerak yang bisa mengantarkan anak untuk melek huruf karena masih banyak anak yang buta huruf dan buta angka. 

“Mengemas bahasa ibu dalam bentuk permainan, nyanyian, dan gerak adalah upaya yang efektif untuk memudahkan anak mengenal huruf, angka, dan aksara. Menurut pengamatan saya, masih banyak anak yang buta huruf. Sudah saatnya kita membantu mereka,” tegasnya.

Sementara itu, Dr Wirman Kasmayadi, selaku Kepala BGP Prov NTB, menilai masih banyak anak-anak tumbuh dengan bahasa ibu dan belum mengenal bahasa Indonesia (khususnya di wilayah 3T) sehingga menjadi tantangan bagi mereka untuk mendapatkan pendidikan. Hal ini mendorong pemerintah untuk menyusun strategi, menjadikan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar pembelajaran.

Lebih lanjut, kebijakan kurikulum merdeka pun kini menekankan pada peningkatan kompetensi dan penguatan mata pelajaran. Kurikulum ini memudahkan guru dalam merancang pembelajaran karena materi lebih sedikit dan ada penekanan pada kompetensi. Guru pun didorong untuk melakukan penyesuaian pembelajaran dengan kebutuhan siswa.

Pada sesi akhir, Dr Rabiatul Adawiyah, M.Pd. dari Akademisi UNW Mataram, berpendapat bahwa pendidikan multilingual dengan basis bahasa ibu tidak hanya efektif untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam menyerap ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai upaya dalam pemertahanan serta pelestarian bahasa daerah. Kemampuan berbahasa menjadi dasar perkembangan literasi siswa. 

"Oleh karena itu, transisi bahasa, yakni bahasa pertama-bahasa kedua-bahasa asing,hendaklah beriringan dengan perkembangan literasi pada anak," tutupnya. (RS)