Daftar Isi [Tampil]

Rapat koordinasi DP3AKB dengan sejumlah NGO dan Dinas terkait
LOMBOK TIMUR Radarselaparang.com || Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Lombok Timur (Lotim) lakukan rapat koordinasi dalam upaya preventif terjadinya tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan dengan berbagai Non Governmental Organization (NGO) pemerhati kekerasan anak dan perempuan, juga instansi-instansi terkait. Rabu (10/5/2023)

Kadis P3AKB, H. Ahmad, menyampaikan sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini, dimana provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), mengecap  Lotim masuk pada zona merah terutama terhadap kekerasan seksual yang terjadi pada anak.

"Sehingga ini menjadi atensi dengan melihat kasus yang ada pada akhir-akhir ini," ucapnya.

H. Ahmad menyampaikan langkah yang dilakukan untuk atensi tersebut, diantara dengan melakukan koordinasi dengan NGO pemerhati anak dan kekerasan terhadap perempuan, selanjutnya melakukan audiensi dengan Kapolres Lotim, juga LPA. Dimana agar kasus yang dilaporkan tersebut betul-betul di kawal.

"Satu kasus sudah sampai ke Polda NTB dan kasus lainnya masih menunggu alat bukti yang cukup," ucapnya.

Karenanya H.Ahmad menyampaikan untuk mengatensi terhadap kekerasan anak dan perempuan dalam upaya antisipasi itu terkait dengan kegiatan hari ini, dimana membentuk "koalisi anti kekerasan" yang akan melakukan pengawasan baik yang terjadi di masyarakat umum, lingkup pelayanan publik, pondok pesantren, juga di sekolah.

"Makanya kita lengkap tadi baik dari teman-teman NGO, juga dinas terkait, jika nantinya kembali ada kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan maka yang bergerak bukan bukan satu NGO, tetapi beberapa NGO beserta dinas terkait, LPA akan bergerak secara bersama-sama atas nama koalisi anti kekerasan," terangnya.

Ia menyetkan, Tugas dari koalisi anti kekerasa yang dibentuk tersebut, bilamana ada laporan ataupun tidak ada laporan dari korban adanya tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan, maka sesacara bersama-sama akan bergerak semua yang beranggotakan koalisi tersebut.

"Anggota dari koalisi anti kekerasan itu sebanyak 20 orang yang kemarin sudah kita undang, dan untuk Kemenag juga akan bentuk satgas anti kekerasan," sebutnya.

Lanjut H.Ahmad, Apalagi saat ini yang paling di sorot itu pondok pesantren, tetapi setelah di teliti ternyata yang terjadi seperti di Kotaraja itu bukan pondok pesantren tetapi hanya pondok (kost red).

"Dari tahun 2022 tercatat sebanyak 122 kasus kekerasan terhadap anak, sementara untuk tahun 2023 yang terkonfirmasi masih sebanyak 16 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan," pungkasnya.

Senada dengan yang disampaikan Judan Putrabaya, Ketua LPA Lombok Timur, menyampaikan dengan melihat sudah memperhatinkan kasus kekerasan yang terjadi didaerah dengan selogan patuh karya itu, NGO yang tergabung dalam Aliansi Pemerhati Perempuan dan Anak menggelar mediasi dengan instansi terkait dan aparat guna mendorong terciptanya daerah dengan zero toleran terhadap kasus kekerasan seksual anak.

"Hari ini yang diinisiasi oleh temen temen NGO Anti kekerasan terhadap perempuan dan anak mengajak dinas terkait untuk kita sama-sama melakukan evaluasi pembahasan terkait dengan maraknya berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Lombok Timur," terangnya.

Dikatakan Judan, mediasi tersebut juga dihadiri dari pihak Kementrian Agama (Kemenag), Dinas Kesehatan (Dinkes), pihak Rumah Sakit Umum Daerah, bersama dengan NGO pemerhati perempuan dan anak fokus membahas berbagai kendala yang di alami di lapangan ketika melakukan pendampingan terhadap kasus kekerasan perempuan dan anak.

"Belajar dari pengalaman, selama ini terkait kendala, kita melahirkan beberapa rekomendasi pada temuan hari ini, baik dalam rangka preventif maupun rekomendasi dalam rangka penanganan kasus kekerasan seksual anak termasuk dalam hal kebijakan," jelasnya.

Untuk itu, dikatakan Judan rekomendasi yang terpenting dalam penanganan kasus yang diusulkan pada mediasi tersebut sudah diterima peserta forum.

Untuk itu, disampaikan Judan, mulai tahun 2023 ini pihaknya akan rutin melakukan bedah kasus minimal 1 kali dalam 3 bulan.

"Kita akan evaluasi kasus kekerasan seksual terhadap anak  yang terlapor, tertangani, dan adapaun ketika ada yang mandek masalah, persoalan dan kendalanya akan didiskusikan disamping bersama Koalisi anti kekerasan seksual dan anak. juga kita hadirkan APH dan instansi lainnya," tegasnya.

Dia menjelaskan, aliansi pemerhati perempuan dan anak dibentuk dalam rangka shering pengalaman sekaligus juga membangun satu kekuatan bersama dengan penegasan prinsip yaknu zero toleran terhadap kekerasan seksual dan anak dalam bentuk apapun.

"Aliansi ini mendorong  dan memberikan suport kepada APH bahwa kita semua dibelakang APH untuk menegakkan keadilan di Lombok Timur," pungkasnya. (RS)