H. Ahmad, Kadis P3AKB Lotim (kanan) dan H. lalu Saripuddin, Kepala Perwakilan BKKBN NTB (kiri) |
"Belum tentu Kabupaten yang lain adem ayem itu tidak ada kasus kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak disana, bisa saja disana lebih banyak tapi masyarakat takut melapor," ucap H. Ahmad, Kadis P3AKB Lotim, Kamis (11/5/2023)
Dilanjutkan H. Ahmad, seharusnya kita bangga masyarakat Lotim sudah berani untuk melaporkan kejadian kekeran ini, banyangkan bila tidak ada masyarakat yang melapor akan lebih banyak lagi pedofil yang bergentayangan di Lotim ini.
"Jadi kita bangga dengan banyak kasus yang terungkap, dimana kita bisa mencari solusi dari semua kejadian kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan ini," jelasnya.
H. Ahmad, juga sangat mengapresiasi keberanian masyarakat dan juga sangat mendukung pihak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kejadian ini, dan kedepan dirinya berharap semua tempat kost itu harus terdaftar dan ada pengawasan didalamnya oleh yang punya, jangan hanya mempunya tempat kost tetapi tidak ada pengawas.
"Harus terverifikasi kost-kost itu apa ada pemisahan antara kos perempuan dengan laki-laki, juga kedepan mereka yang punya itu harus melapor setiap satu kali dalam tiga bulan," harapnya.
Bayangkan bila tidak mencuat kasus ini dan tidak ada yang melapor, tidak ada gerakan dan langkah preventif yang akan direncanakan. "Alhamdulilah...kemarin kita sudah membentuk koalisi anti kekerasan bersama LPA, NGO, dan lembaga-lembaga terkait," sambungnya.
Ditempat yang sama, H. lalu Saripuddin, Kepala Perwakilan BKKBN NTB, menyampaikan Dengan kejadian tindak kekerasan ini diperlukan peran penting fungsi dari keluarga berjalan dengan baik. Ia menyebutkan ada 8 fungsi keluarga yakni fungsi keagamaan, sosial, budaya, cinta kasih, perlindungan, refroduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi dan pembinaan lingkungan.
"Kalau ini dilaksanakan dengan baik kekerasan terhadap anak dan perempuan tidak akan terjadi," ungkapnya.
Lalu Saripuddin, menyebutkan kekerasan terhadap anak dan perempuan itu bisa ya diawali dengan adanya gejala-gejala awal, Jika anak tetap berkomunikasi dengan keluarganya maka kejadian ini bisa dihindari.
Kasus-kasi ini terjadi ketika si anak tidak pernah bercerita pada keluarganya, tiba-tiba setelah kejadian mencapai klimaks baru kemudian si anak ini bercerita," terangnya.
Juga diperlukan pengawasan dari masyarakat, kalau di ponpes atau di pondok kejadiannya selama ini tertutup dan terbuka apabila sudah klimaks. Oleh karena itu pengawasan orang tua sangat penting karenanya disini terjadi pengawasan ganda, yakni orang tua dan masyarakat.
"Yang terpenting kembali saya katakan penting komunikasi antara anak dan orang tua harus terjalin dengan baik," pesannya.
Disambungnya, Karena lingkungan sosial anak itu ada 2, yakni pertama di sekolah termasuk pondok pesantren dan sebagian besar waktu anak ada disana sampai 8 jam, dan yang kedua lingkungan bersama keluarga.
"Dalam waktu dekat kita canangkan sinergi antara lingkungan keluarga dengan lingkungan sekolah untuk memberikan pemahaman terhadap anak tentang reproduksi, jika ini jalan maka kita juga bisa memberikan pemahaman kepada guru-guru yang ada di sekolah maupun pondok pesantren," pungkasnya. (RS)