Daftar Isi [Tampil]

AMAN Lombok Timur antar draf akademisi penyusunan masyarakat adat ke DPRD Lombok Timur.
LOMBOK TIMUR Radarselaparang.com || Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Lombok Timur sebut Urgensinya keberadaan Peraturan Daerah (Perda) untuk Masyarakat Adat di Lombok Timur. Karenanya AMAN serahkan draf akademisi usulan penyusunan Perda agar legalitas dan legitimasi masyarakat adat ke kantor DPRD Lombok Timur. Kamis (23/11/2023)

Ketua AMAN Lombok Timur, Sayadi,SH. memaparkan terkait Keberadaan masyarakat adat adalah fakta sosial sekaligus historis bagi Indonesia. Dalam masa pergolakan menuju terbentuknya Indonesia sebagai sebuah negara, kelompok-kelompok intelektual mengagregasi kepentingan-kepentingan masyarakat adat untuk menjadi salah satu argumentasi menuntut kemerdekaan, di samping hal-hal penting lainnya.

"Namun dalam semangat nasionalitas yang meninggi, lokalitas adat tidak dimasukkan sebagai penyangga hukum (hak) dasar yang disusun oleh para foundingfathers/founding parents," ucapnya.

Lanjut Sayadi, Pada era kolonialisme Belanda Keberadaan Komunitas atau Masyarakat adat ini secara faktual telah mendapat pengakuan dari pemerintahan Kolonial Belanda.

Para perancang UUD 1945 pun menyadari bahwa di kepulauan nusantara ini telah terdapat kelompok-kelompok Masyarakat Adat yang memiliki susunan asli. Selama ratusan tahun, dari generasi ke generasi Masyarakat Adat telah menunjukkan kecakapan dalam mengurus dirinya, cakap menyusun dan menjalankan suatu system tata tertib, desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau dan Dese di Lombok Timur.

"Kita juga mengenal istilah Panegara untuk menyebut subjek "Dese", terangnya.

Lebih lanjut disampaikan Sayadi, Istilah Dese di Lombok Timur ini adalah istilah yang sudah sejak lama dikenal, jauh sebelum terbentuknya system Pemerintahan Desa. Sebelum terbentuknya system Pemerintahan Desa menurut UU Nomor 5 Tahun 1979, system pemerintahan di "Dese" dikenal dengan sebutan Pemusungan.

Sejak tahun 2010, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyelenggarakan serangkaian konsultasi dan ditemukan unit-unit social Masyarakat Adat di berbagai tempat di Indonesia, seperti Ngata di Sigi-Sulawesi Tengah, Binua di Kalimantan Barat, Wanua di Sebagian Sulawesi, Gampong di Aceh, Negeri di Maluku, Hoana di Maluku Utara, Beo di Manggarai, Nua di Ende, Natar di Sikka, dan sebagainya.

:Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang," kutipnya merunjuk pada pasal 18B ayat 2 UUD 1945.

Setelah reformasi disadari pula bahwa serangkaian persoalan yang dihadapi Masyarakat Adat tidak saja disebabkan karena ketiadaan pengakuan, tetapi juga disebabkan karena negara tidak menunjukkan tanggungjawab dalam memenuhi, melindungi, dan memajukan masyarakat adat.

Kesadaran baru tersebut kemudian menghadirkan "Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban," ucap Sayadi, merujuk Pasal 281 ayat (3) UUD 1945.

Terkait banyaknya perampasan hak ulayat /tanah adat secara sepihak dengan alasan investasi massif terjadi dimana- dimana. Secara konstitusional, proses pengambilalihan wilayah adat melalui Undang-Undang Kehutanan tersebut telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia melalui Putusan MK No. 35/PUU-X/2012.

"Dampak dari peraturan perundang-undangan tersebut juga terjadi dan dialami masyarakat adat di Kabupaten Lombok Timur," sebutnya.

Luas wilayah Kabupaten Lombok Timur adalah 2.679,88 km² Secara administratif Kabupaten Lombok Timur terbagi menjadi 21 kecamatan, 239 Desa dan 15 Kelurahan, dengan pusat Pemerintahan Kabupaten Lombok Timur berada di kota Selong, Kecamatan Selong.

Luas daratan Kabupaten Lombok Timur mencapai 40,18% atau seluas 160.555,00 ha. Daratan Lombok Timur terbagi ke dalam kawasan hutan seluas 64.508,67 ha. Selebihnya adalah wilayah yang digunakan untuk pemukiman baik kota maupun perkampungan, areal pertanian dan perkebunan masyarakat. Mayoritas masyarakat Lombok Timur adalah petani.

Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan orang-orang Lombok Timur tergolong rukun dan damai karena terikat oleh system kekerabatan, budaya dan adat istiadat yang diwariskan secara turun temurun.

Wujud kedamain itu tidak hanya antara sesama manusia melainkan juga dengan alam lingkungan karena dalam konteks adat istiadat masyarakat di kabupaten Lombok Timur terikat oleh aturan dan hukum adatnya yang berada di bawah kontrol lembaga adat yang masih dipatuhi.

Masyarakat Adat di Kabupaten Lombok Timur memiliki hubungan yang erat dan tak terpisahkan dengan tanah dan wilayah adatnya. Bagi orang Lombok Timur tanah dan wilayah adat merupakan ruang hidup yang perlu dijaga, dirawat dan dikelola untuk keberlangsungan hidup.

Begitupun hukum adat dan lembaga adat memiliki peran yang sangat penting agar interaksi antar manusia dan antara manusia dengan tanah dan wilayah adat seimbang. Namun, seiring perkembangan dan perubahan hukum Negara, hal inipun mulai tergerus.

"Tanah dan wilayah adat merupakan Jiwa dari Masyarakat Adat," tegasnya.

Misalnya di bidang hukum dan lembaga adat, melalui Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Desa, negara menyeragamkan sistem pemerintahan. Masyarakat Adat yang sejak ratusan tahun lalu telah mengenal system tata tertib dalam bermasyarakat kemudian diseragamkan menjadi desa.

Undang-Undang ini telah berakibat pada hilangnya kewenangan masyarakat adat untuk mengurusi rumah tangganya sendiri termasuk kewenangan untuk mengatur hubungan hukum antara warga masyarakat adat dengan tanah dan sumberdaya alam di dalam wilayah adatnya.

"Begitu pula dengan kewenangan masyarakat adat untuk menjalankan hukum adatnya menjadi lemah," paparnya.

Meskipun demikian, ungkap Sayadi, hukum juga ternyata menyediakan jalan untuk pengakuan hak masyarakat adat. Berbagai Peraturan perundang - undangan saat ini telah menempatkan Kabupaten/Kota sebagai area hulu di dalam proses pembentukan hukum dan kebijakan pengakuan dan penetapan hak masyarakat adat. Beberapa peraturan perundang - undangan tersebut antara lain

Pertama, UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Melalui Putusan MK No. 35/PUU-X/2012, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa penguasaan negara terhadap hutan adat (yang menyatakan bahwa hutan adat adalah hutan negara yang berada di dalam wilayah masyarakat adat) adalah melanggar konstitusi.

Dengan demikian, maka setelah putusan MK tersebut, status hutan adat berubah menjadi hutan milik masyarakat adat. Akan tetapi klaim hak atas hutan adat ternyata tidak mudah.

Pemerintah Daerah harus terlebih dahulu mengakui dan menetapkan status masyarakat adat sebagai subjek hukum melalui peraturan daerah sehingga hutan adat dapat dikembalikan kepada masyarakat adat yang bersangkutan.

Kedua, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 tahun 2014 tentang Prosedur penetapan masyarakat adat.

Peraturan Menteri ini menyediakan tatacara identifikasi, verifikasi dan penetapan keberadaan masyarakat adat. Tahap akhir dari proses ini adalah Penetapan keberadaan masyarakat adat beserta wilayah adatnya oleh Keputusan Bupati.

Ketiga, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Penatausahaan Tanah Ulayat. Peraturan ini menyediakan langkah-langkah pendaftaran tanah ulayat.

" Meskipun di sana sini terdapat kelemahan yang dapat menjebak," pungkasnya.

Ditambahkan L. Saparudin Aldi, SS. Selaku ketua Tim internal inisiasi PERDA Masyarakat Adat menyatakan bahwa secara kelembagaan AMAN Lombok Timur terus berupaya untuk menemukan dan selanjutnya menguraikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat adat di Kabupaten Lombok Timur dalam hubungannya dengan bekerjanya hukum di masyarakat adat.

Juga Menyediakan pertimbangan - pertimbangan filosofis, sosiologis dan juridis dalam proses pengakuan masyarakat adat di Kabupaten Lombok Timur melalui Peraturan Daerah.

Serta Merumuskan ruang lingkup dan arah pengaturan dalam rancangan Peraturan Daerah tentang Masyarakat Adat di Kabupaten Lombok Timur.

AMAN akan mengadvokasi Masyarakat Adat dalam hal mengawal, mendorong terbentuknya PERDA Masyarakat Adat di Kabupaten Lombok Timur.

"Dikarenakan keberadaan perda Masyarakat Adat ini sangat penting sebagai langkah awal pengakuan Negara terhadap keberadaan Masyarakat Adat berikut hak-hak yang melekat padanya," jelas Miq Apeng sapaan akrabnya.

Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik ini adalah sebagai bahan acuan dalam penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah, meliputi Sebagai syarat formal dari penyusunan Peraturan Daerah tentang Masyarakat Adat di Kabupaten Lombok Timur.

Memberikan masukan kepada Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD), dan masyarakat mengenai urgensi pengaturan pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat di Kabupaten Lombok Timur.

Dan terakhir Sebagai acuan di dalam perumusan norma dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Masyarakat Adat di Kabupaten Lombok Timur," tutupnya. (RS)


Ikuti kami di berita google