![]() |
Saeful Bahri - Anggota DPRD Kabupaten Lombok |
OPINI, Radarsaparang.com || Tulisan ini sebetulnya hanya sebagai tanggapan singkat terkait diskusi yang diadakan oleh group Fokus Lotim –dengan judul yang sama- menjelang pelantikan pemerintah daerah kabupaten Lombok Timur yang baru.
Meskipun jalannya diskusi sedikit sekali yang menyasar tema utama tentang uraian demokrasi, tapi diskusi ini layak kita apresiasi karena di tengah situasi relasi masyarakat/rakyat dengan pemerintah yang cenderung semakin tertutup, masih ada forum-forum diskusi terbuka yang langsung dihadiri oleh para pemangku kebijakan seperti Pejabat Bupati, Wakil Bupati terpilih dan ketua DPRD. Tentu ini merupakan kemajuan demokrasi kita dan signal baik bagi tegaknya garis demokrasi kedepan di tangan pemerintah daerah yang baru. Diskusi publik semacam ini diharapkan harus terus diadakan sebagai bentuk penyaluran hasrat pemikiran dari para aktivis maupun pegiat sosial sebagai bagian dari masyarakat (baca: rakyat), sekaligus sebagai media control kebijakan-kebijakan pemerintah agar transparan dan tepat sasaran. Karena menyampaikan hasrat pemikiran ini tak ubahnya seperti pelampiasan hasrat bercinta, kalau tidak segera disalurkan bisa menimbulkan penyakit, tapi kalau sudah tersalurkan akan tercipta ‘kepuasan’ dan melahirkan kemesraan.
Berbicara tentang demokrasi, kita sering menyederhanakan arti demokrasi itu sebatas kebebasan menyatakan pendapat dan menganggap bahwa demokrasi adalah merupakan satu satunya jalan atau sistem yang dianut dalam sebuah pemerintahan, sehingga garis finish dari satu periode pemerintahan itu barometernya adalah garis demokrasi dalam artian kebebasan menyatakan pendapat saja. Kita lupa bahwa demokrasi juga merupakan istrumen dalam menjalankan roda pemerintahan dimana nilai dasar demokrasi itu sendiri yang mengedepankan nilai freedom, liberty n happiness sejalan dengan tujuan akhir dari sebuah pemerintahan yaitu menciptakan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur. Oleh karenanya, diharapkan garis demokrasi sebagai instrumen dalam satu pemerintahan bisa lebih jauh kita gunakan sebagai barometer lanjutan, tidak hanya diartikan sebatas kebebasan mengemukakan pendapat sebagaimana lazimnya kita megartikan demokrasi itu sendiri.
Instrumen demokrasi dimulai sejak membangun fondasi awal sebuah pemerintahan dengan menentukan personel pemangku kebijakan yang akan menjalankan roda pemerintahan melalui mekanisme pemilihan, baik pemilihan eksekutif maupun legislatif. Menentukan kualitas pemimpin, dengan segala macam variable sebagai pertimbangan tentunya, pertimbangan kepribadian, intelektualitas, track record dst. Setelah bagan pemerintahan terbentuk, dilanjutkan dengan mengawal para pemangku kebijakan tersebut dalam menjalankan roda pemerintahan yang sesuai dengan nilai dasar dan prinsip demokrasi itu sendiri dalam menggapai tujuan akhir sebuah pemerintahan sesuai dengan visi misinya. Jadi kalau boleh disederhanakan, peran demokrasi itu mulai dari awal sampai akhir jalannya suatu pemerintahan.
Tapi terciptanya pemerintahan yang demokratis tentu tidak semudah yang kita bayangkan, harus ada keseimbangan antara pemerintah dengan masyarakat/rakyat. Menurut Ernesto Laclau, salah seorang pemerhati dan peneliti demokrasi, demokrasi tercipta karena adanya pemerintah yang kuat dan masyarakat yang kuat. Harus ada dialektika antara pemerintah dan masyarakat, karena pemerintah yang terlalu kuat akan melahirkan hegemoni, arogansi dan cenderung otoriter, sebaliknya apabila masyarakat yang terlalu kuat dan pemerintahnya lemah akan bisa melahirkan –istilah jurnalis sekarang- chaos atau anarkis. Tapi yang paling parah tentu kalau dua duanya lemah, pemerintah lemah, masyarakat juga lemah, ini sebuah kegagalan dalam pemerintahan. Pemerintah yang kuat tercermin dari kualitas dan kecakapan para pemimpinnya, masyarakat yang kuat tercermin dari sikap kritis dan kepedulian maupun kesadaran sosialnya. Maka harus ada upaya terus menerus dan berkesinambungan untuk menggapai apa yang disebut sebagai striking the balance, sebuah upaya untuk terus menjaga keseimbangan kekuatan pemerintah dengan masyarakat tadi, demi terciptanya demokrasi sejati.
Oleh karena itu, adanya diskusi public yang melibatkan seluruh elemen masyarakat dengan para pemangku kebijakan -eksekutif dan legislatif- secara langsung dan terbuka seperti yang dilaksanakan tadi malam bisa dikategorikan sebagai implementasi dari upaya tersebut. Selain sebagai upaya membangun kekuatan masyarakat dengan menambah wawasan dan referensi terkait kebijakan pemerintah daerahnya, juga sebagai dialektika positiv dalam rangka menciptakan pemerintahan yang tetap berada dalam garis demokrasi untuk menuju Lombok Timur yang lebih maju. Dan ini tentu menjadi citra yang baik sekaligus sebagai Muqaddimah awal untuk menyongsong program 100 hari pertama pemerintah daerah kita yang baru, yang sebentar lagi akan dilantik.
Akhirul kalam, tulisan singkat ini tentu tidak bisa menjadi representasi dalam memaknai arti demokrasi secara utuh. Akan tetapi, sebagai bagian dari pemerintah juga, setidaknya ini merupakan bagian dari kontribusi saya dalam rangka ikut membangun iklim dialektika sebagai bagian dari demokrasi di daerah kita. Dialektika yang sehat, beretika dan bermartabat. Bukan dialektika tentang olah mengolah saja. Wassalam…
Terara, 02 Februari 2025
Ikuti kami di berita google