Daftar Isi [Tampil]

Wakil Ketua BPD Bagik Nyaka Santri, Masdarni (kiri) Kepala Desa Bagik Nyaka Santri, Bahrudin (Tengah) dan Ketua BPD Bagik Nyaka Santri, Mujahidin (Kanan)
LOMBOK TIMUR - Radarselaparang.com || Suasana di Kecamatan Aikmel, Kabupaten Lombok Timur, mendadak tegang menyusul aksi saling lapor antara anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Bagik Nyaka Santri ke Polsek Aikmel. 

Kasus ini tentu menjadi perhatian serius di tengah upaya pemerintah untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan desa yang transparan dan akuntabel. Masyarakat Bagik Nyaka Santri berharap agar permasalahan ini dapat segera diselesaikan secara hukum dan dugaan penyalahgunaan dana desa dapat diusut tuntas demi kemajuan dan kesejahteraan desa.  

Peristiwa ini bermula dari persoalan kunci ruangan BPD yang berujung pada dugaan pengerusakan dan kini merembet ke isu yang lebih serius terkait pengelolaan dana desa.

Wakil Ketua BPD Bagik Nyaka Santri, Masdarni, mengungkapkan kekesalannya setelah mendapati ruangan BPD terkunci saat hendak datang ke kantor desa. Upayanya mencari kunci kepada anggota BPD lain menemui jalan buntu, dengan alasan kunci tersebut dipegang oleh Kepala Desa. Merasa terhalangi dalam menjalankan tugasnya, Masdarni nekat merusak kunci pintu ruangan BPD.

"Ya tadi saya diperiksa dan dimintai keterangan oleh unit Reskrim Polsek Aikmel," ujar Masdarni usai menjalani pemeriksaan pada Rabu (23/4). Ia mengaku heran mengapa dirinya, sebagai wakil ketua BPD, justru dilaporkan oleh anggotanya sendiri atas dugaan pengrusakan.

Lebih lanjut, Masdarni membeberkan latar belakang tindakannya. Menurutnya, ruangan BPD selalu terkunci setiap kali dirinya datang ke kantor. Setelah menanyakan kepada staf desa, ia mendapat jawaban bahwa kunci dipegang oleh Kepala Desa. 

Puncaknya, pada tanggal 21 April kemarin, Ia berencana membuka paksa pintu tersebut lantaran kunci tak kunjung diberikan dan justru dipegang oleh anggota BPD lain.

Namun, persoalan kunci ini ternyata membuka kotak pandora isu lain. Masdarni mengungkapkan adanya kejanggalan terkait pengelolaan dana desa. Ia mempertanyakan dana ketahanan pangan yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat terdampak COVID-19, namun diduga tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Selain itu, ia juga menyoroti dana ketahanan pangan dengan pembelian kambing dan sapi yang tidak jelas keberadaannya.

"Dana ketahanan pangan itu tidak diperuntukkan untuk masyarakat, undang-undang mengatakan dana untuk ketahanan pangan diperuntukkan kepada masyarakat," tegasnya.

Tak hanya itu, Masdarni juga menyinggung soal aset desa berupa komputer yang sempat ia bawa pulang menjelang libur panjang untuk keperluan pembuatan proposal ketahanan pangan. Tindakannya ini justru dipermasalahkan dan seolah-olah ia dituduh melakukan penggelapan.

"Saya videokan saya share di WA grup, saya sampaikan kepada anggota group yang isinya anggota BPD, saya bawa komputer ini karena menjelang libur panjang karena saya akan membuat proposal ketahanan pangan yang akan dilayangkan ke dinas peternakan," jelasnya.

Merasa ada permainan oknum pelaksana proyek desa yang mencoba memanipulasi laporan, Masdarni berencana melaporkan balik persoalan ini kepada pemerintah daerah, termasuk Bupati Lombok Timur, melalui Camat Aikmel. 

Ia berharap pemerintah dapat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap proyek-proyek desa yang diduga fiktif dan tidak memberikan manfaat bagi masyarakat.

"Saya berikan masukan kepada pemerintah daerah Kabupaten Lombok Timur, tolong melakukan evaluasi monitoring juga kepada kepala Bagik Nyaka Santri adanya indikasi penyalah gunaan anggaran sebesar 500 juta selama 3 tahun yang tidak bisa dipertanggungjawabkan," ungkapnya, seraya menyebut adanya indikasi double anggaran selama tiga tahun terakhir (2022-2024).

Sementara itu, Kepala Desa Bagik Nyaka Santri, Bahrudin, membenarkan adanya laporan terhadap Masdarni. Ia menyebut bahwa permasalahan bermula dari pengerusakan pintu ruangan BPD. Bahrudin juga menuding Masdarni kerap membuat masalah dan bersikap tidak sopan dalam setiap pertemuan desa.

"Kejadian pengerusakan ini dilakukan di awal kita masuk kerja setelah lebaran. Dan pengerusakan ini di laporan sama BPD-nya enggak pernah aman,  wakil BPD ini susah maunya ngamuk-ngamuk setiap ada kegiatan ini enggak pernah aman, selalu membuat masalah sama kita. semua dari LKMD, BPD, kepala desa semuanya seolah-olah Dia paling tahu. kita dibodoh-bodohin semuanya," keluhnya.

Terkait dengan indikasi penyalahgunaan anggaran yang tidak sesuai APBDes, Bahrudin menyampaikan setiap pengerjaan pembangunan maupun lainnya di desa sesuai dengan hasil penetapan APBDes oleh BPD bersama pemerintah desa.

"Hanya saja setiap penetapan APBDes hanya sendirian yang bersangkutan tidak tandatangan di berita acara. Sesuai ketentuan APBDes dikatakan sah apabila anggota BPD tandatangan 50+1, dan yang tandatangan diberita acara 4 orang anggota BPD dari 5 orang anggota," jelas Kades Bahrudin seraya menunjukkan pada awak media bukti berita acara penetapan APBDes.

Ketua Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKMD) Bagik Nyaka Santri, Muhammad Mashudi, menyayangkan atas insiden saling lapor antara anggota BPD setempat. Ia menekankan bahwa seluruh warga desa disana adalah satu keluarga besar dan menyayangkan perselisihan yang terjadi.

"Kami ini satu rumput semua, persaudaraan berkeluarga. Nenek kakek kami itu betul-betul kekerabatan, memang ada hubungan keluarga. Makanya saya bilang saya sangat menyayangkan peristiwa ini," ujar Mashudi saat dimintai keterangan terkait polemik di desanya.

Mashudi menjelaskan bahwa permasalahan ini telah dibahas melalui musyawarah yang dihadiri oleh Ketua BPD, Kepala Desa, dan pendamping desa. Hasil musyawarah tersebut menyepakati bahwa jalur hukum adalah pilihan terbaik untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.

"Hasil daripada musyawarah baik itu dari ketua BPD, terus hasil konsultasi Pak Kepala Desa dengan ketua BPD, juga kebetulan ada di sini pendamping desa yang saat itu juga diundang sama saya semalam itu. Nah, di sana saya jelas bahwa permasalahan ini ditangani oleh pemerintah desa," terangnya.

Lebih lanjut, Mashudi mengungkapkan kekhawatiran akan munculnya "bola liar" di masyarakat yang dapat memicu konflik fisik. Oleh karena itu, langkah membawa permasalahan ini ke ranah hukum dianggap sebagai cara untuk meredam potensi kericuhan.

"Sehingga hasil permusyawaratan malam itu memutuskan ambillah jalur hukum inilah yang terbaik karena dari satu sisi kami tidak senang juga adanya rumor yang beredar saling ancaman mengancam, ini kan sudah tidak sehat lagi kan," kata Mashudi.

Ia juga menyoroti keluhan Kepala Desa dan Ketua BPD terkait tindakan Wakil Ketua BPD yang diduga melakukan pengrusakan dan mengambil aset desa tanpa izin. Meskipun menyayangkan kejadian ini, Mashudi menyatakan bahwa pihaknya menghormati hak pelapor untuk mencari keadilan.

"Dalam struktur, dalam artian keluhan dari kepala desa, ketua BPD, supaya permasalahan ini tidak terus-menerus terjadi intimidasi, nomor rusak yang dilakukan sedikit kekurangan mungkin atau apa kesalahan pemahaman yang terjadi di antara para pihak ini sehingga terjadilah hal ini. Namun tetap saya pribadi dan juga kepala desa atau ketua BPD memang sangat menyayangkan kenapa yang terjadi, tapi mungkin ini untuk jalan terbaik yang diambil," jelasnya.

Mashudi menambahkan bahwa keputusan untuk menempuh jalur hukum diambil karena khawatir akan sikap keras salah satu pihak dan seringnya terjadi cekcok internal di BPD. Ia berharap proses hukum dapat memberikan pembelajaran bagi semua pihak agar lebih dewasa dalam menyelesaikan masalah.

"Karena beliau ini kan termasuk sikapnya agak keras gitu kan dan setiap katanya sering terjadi di antara para mereka ini sering cekcok antara BPD itu tidak ada pemahaman dan yang sering terjadi di sini ya seperti itulah," pungkasnya, menyerahkan penjelasan lebih lanjut kepada Ketua BPD.

Ketua BPD Bagik Nyaka Santri, Mujahidin, membenarkan adanya laporan polisi terkait insiden ini. Ia berharap proses hukum dapat berjalan dengan baik dan menjadi pembelajaran bagi semua pihak. Mujahidin juga mengakui adanya upaya mediasi sebelumnya, namun terkendala oleh karakter kedua belah pihak yang dinilai temperamental.

"Jadi kalau dalam hal ini barangkali itu karena apa namanya emosi sesaat antara anggota tiang yang satu dengan anggota yang lain pernah cerita. saya tidak tahu persis pokok masalahnya antara kedua mereka," ucapnya.

Ia mengatakan bila sebelumnya kedua anggotanya mau bertemu untuk menyelesaikan permasalahan itu mungkin lain halnya yang akan terjadi, tidak akan saling lapor.

"Agar masalah tidak membiasakan, Sehingga saya setuju kalau ini dibawa ke ranah hukum supaya nanti pihak yang berwenang bisa mempertemukan sehingga suasananya bisa lebih adem lah dan bisa menyelesaikan permasalahan apa saja yang dilakukan sesuai dengan yang diinginkan," ujarnya. (RS)