![]() |
UMKM pembuatan tempe di Dusun Tebaban Timur, Desa Tebaban, Kecamatan Suralaga |
"Tahun 2024 harga kedelai impor masih di angka Rp 800 ribu per kwintal, namun saat ini sudah mencapai Rp 1,3 juta," ungkap Sunardi dengan nada prihatin, Selasa (6/5).
Meskipun biaya produksi membengkak, Sunardi mengaku tetap mempertahankan kualitas tempenya dan menjualnya dengan harga yang sama. Ia menjelaskan bahwa dirinya memilih menggunakan kedelai impor lantaran kualitas dan rendemen (persentase hasil) yang lebih baik dibandingkan kedelai lokal.
"Kedelai lokal selain harganya relatif tinggi, hasilnya juga lebih sedikit," imbuhnya.
Sunardi berharap pemerintah pusat maupun daerah dapat memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil seperti dirinya. Bantuan dalam berbagai bentuk, menurutnya, akan sangat membantu untuk meningkatkan produksi dan keberlangsungan usaha rumahan utamanya juga Ia berharap dapat dilibatkan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai penyetok tempe.
"Saya berharap usaha tempe saya ini dapat memasukkan tempe ke dapur MBG," pungkasnya.
![]() |
Camat Suralaga, Drs Nurhilal |
Lebih lanjut, Nurhilal menekankan pentingnya legalitas usaha bagi para pelaku UMKM agar dapat mengakses berbagai program bantuan dari pemerintah maupun non-pemerintah, termasuk program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang akan segera berjalan.
"Yang terpenting menurut kami perlu ada legalitas, bahwa pelaku UMKM itu harus punya izin usaha sehingga harapan kita nanti dalam pengembangan usahanya bisa mengakses bantuan-bantuan dari pemerintah maupun non pemerintah," jelas Nurhilal.
Berdasarkan data kecamatan, Nurhilal menyebutkan terdapat ratusan UMKM dengan berbagai jenis usaha di wilayah Suralaga, mulai dari kerajinan, pertanian, peternakan, hingga industri kecil pembuatan alat pertanian. Ia memastikan pihaknya siap berkoordinasi untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku UMKM di wilayahnya, termasuk para perajin tempe.
Terkait program MBG, Nurhilal menyampaikan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan tim pelaksana untuk memastikan menu makanan yang disajikan sesuai dengan kebiasaan dan selera makan anak-anak di wilayahnya.
"Saya sudah menyarankan kepada petugasnya kemarin untuk menyesuaikan dengan kebiasaan makan anak kita, seleranya pedas. Sehebat apapun menunya, kalau rasanya kurang pas, biasanya anak-anak kita agak kurang berselera," pungkasnya.
Diharapkan dengan adanya perhatian dan dukungan dari pemerintah, para pelaku UMKM pembuat tempe di Lombok Timur dapat terus berproduksi dan berkontribusi pada perekonomian daerah, meskipun di tengah tantangan kenaikan harga bahan baku. (RS)