LOMBOK TENGAH - Radarselaparang.com || Di balik jeruji besi Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Lombok Tengah, tersimpan lapisan cerita pilu yang kini tengah digali mendalam oleh seorang mahasiswi kedokteran. Dr. Savitri Yuanita dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (FK Unud) sedang melakukan penelitian pionir yang mengaitkan trauma masa kanak-kanak pada anak-anak berkonflik dengan hukum dengan risiko penyalahgunaan NAPZA dan tingkat stres biologis mereka.Pemeriksaan anak LPKA seorang mahasiswi kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (FK Unud)
Penelitian ambisius ini, yang menjadi bagian dari tugas akhirnya, bukan sekadar kajian akademis semata. Savitri bertekad untuk membongkar akar masalah di balik perilaku menyimpang remaja, khususnya dalam ranah psikiatri forensik.
"Kami ingin memahami bagaimana pengalaman buruk di masa kecil bisa memengaruhi perkembangan mental dan fisiologis mereka hingga berujung pada masalah hukum," jelas Savitri.
Untuk mencapai tujuannya, penelitian ini melibatkan anak-anak binaan LPKA yang memenuhi kriteria khusus. Prosesnya dimulai dengan koordinasi ketat bersama Kanwil Ditjenpas NTB, dilanjutkan dengan screening dan informed consent dari para peserta.
Data dikumpulkan melalui wawancara terstruktur menggunakan kuesioner demografi, dan yang menarik, pengambilan sampel saliva untuk mengukur kadar kortisol. Kortisol, hormon stres yang sering disebut "hormon kortisol," menjadi indikator biologis krusial dalam penelitian ini, paparnya.
Harapan Baru untuk Rehabilitasi Anak
Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi terobosan penting dalam memahami kompleksitas masalah ini. Ini bisa memberikan kontribusi ilmiah yang besar untuk memahami hubungan antara trauma masa kecil dan gangguan perilaku remaja.
"Lebih dari itu, temuan ini diharapkan menjadi fondasi bagi penyusunan intervensi psikososial dan program rehabilitasi yang lebih tepat sasaran di LPKA," ujar Savitri penuh harap.
Herri Jufrianto, Kasi Pembinaan LPKA Kelas II Lombok Tengah, menyambut baik inisiatif ini. Penelitian seperti ini sangat penting, karena bisa membantu memahami lebih dalam latar belakang psikologis anak-anak binaan.
"Hasilnya nanti diharapkan dapat menjadi acuan untuk pembinaan yang lebih personal dan efektif, serta mendorong upaya rehabilitasi yang tidak hanya bersifat hukum, tetapi juga menyentuh aspek kesehatan mental dan sosial anak."ungkapnya.
Seluruh proses penelitian dilakukan dengan standar etika medis tertinggi, menjaga kerahasiaan data responden, dan telah mengantongi persetujuan etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Dengan kolaborasi apik antara dunia akademik, lembaga pemasyarakatan, dan instansi terkait, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pemicu sinergi dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus penyalahgunaan NAPZA serta gangguan psikologis pada anak-anak yang berhadapan dengan hukum. Ini adalah langkah maju menuju masa depan yang lebih baik bagi mereka. (RS)