LOMBOK TIMUR, NTB - Radarselaparang.com || Angka kesembuhan penyakit Tuberkulosis (TBC) di Lombok Timur menunjukkan hasil yang menggembirakan, mencapai 88,61% hingga Juni 2025. Data ini disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Lombok Timur, Pathurrahman. Namun, keberhasilan ini sangat bergantung pada satu faktor kunci: kedisiplinan pasien dalam menjalani pengobatan yang memakan waktu lama, serta peran krusial dari keluarga sebagai Pengawas Minum Obat (PMO).Kepala Dinas Kesehatan Lombok Timur, Dr. Pathurrahman, M.Kes.
Pathurrahman merinci bahwa dari Januari hingga saat ini di tahun 2025, Dinas Kesehatan Lombok Timur telah menemukan sekitar 1.069 kasus yang diduga menderita TBC. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, 966 di antaranya dinyatakan positif TBC. Dari jumlah tersebut, sebanyak 856 pasien telah dinyatakan sembuh total setelah menyelesaikan pengobatan secara lengkap.
"Angka 856 dari 966 pasien yang positif dan diobati lengkap menunjukkan tingkat kesembuhan sekitar 88,61%," ujarnya pada Kamis (03/07).
"Kata kuncinya di sini adalah pengobatan harus lengkap, artinya pasien disiplin dalam minum obat dan rutin kontrol ke fasilitas pelayanan kesehatan setempat," sambungnya.
Tantangan Disiplin Minum Obat dan Solusi Pelibatan Keluarga
Salah satu tantangan terbesar dalam penanganan TBC adalah lamanya durasi pengobatan, yaitu enam bulan, dengan jumlah obat yang harus diminum setiap hari terbilang banyak. Untuk mengatasi masalah kedisiplinan ini, Dinas Kesehatan Lombok Timur menggalakkan program pelibatan keluarga sebagai PMO.
"Kami mencoba menggunakan pendekatan keluarga. Jadi, pengawas minum obat (PMO) bukan hanya dari tenaga kesehatan, tetapi juga keluarga pasien itu sendiri," jelas Pathurrahman.
"Jika seorang ayah yang menderita TBC, maka istri dan anak-anaknya kami minta untuk mengawasi. Demikian juga sebaliknya." terangnya.
Pendekatan ini terbukti efektif. Pathurrahman menceritakan pengalaman menarik dari seorang peserta saat acara bersama DPR RI mengenai TBC. Peserta tersebut, yang ayahnya menderita TBC, membagikan pengalaman bagaimana seluruh anggota keluarganya secara aktif mengawasi dan memastikan ayahnya menelan obat. Hasilnya, sang ayah sembuh, dan seluruh anggota keluarga yang ikut diperiksa hasilnya negatif TBC.
Pentingnya Skrining Seluruh Anggota Keluarga dan Edukasi Lingkungan Rumah
Pathurrahman menegaskan bahwa TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan penularannya sangat cepat melalui percikan droplet saat batuk atau bersin. Oleh karena itu, jika ada satu anggota keluarga yang positif TBC, seluruh anggota keluarga serumah harus diperiksa.
"Jika ditemukan satu kasus di satu rumah tangga, maka semua anggota keluarga itu harus diperiksa. Puskesmas sudah memiliki data dan tenaga kesehatan terus berupaya agar pasien ini sembuh dengan melibatkan keluarga," tegas Pathurrahman.
Selain edukasi di Puskesmas, tenaga kesehatan juga melakukan kunjungan langsung ke rumah pasien. Ini bertujuan untuk mengedukasi keluarga dan mengevaluasi kondisi lingkungan rumah, seperti pencahayaan, ventilasi, kebersihan tempat tidur, dan memastikan jendela dibuka setiap pagi.
"Edukasi di Puskesmas saja tidak akan pernah cukup. Kami akan turun ke rumah pasien untuk melihat bagaimana bentuk rumahnya, apakah pencahayaan dan ventilasinya cukup, serta kebersihan lingkungannya," imbuh Pathurrahman.
Dinas Kesehatan Lombok Timur memilih pendekatan persuasif dan humanis dalam penanganan TBC, dengan melibatkan keluarga secara aktif. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan stigma negatif terhadap penderita TBC dan mendorong kepatuhan pengobatan demi menekan angka penularan di masyarakat.
"Keluarga harus kita dudukkan, kita berikan pemahaman, karena risiko penularannya sangat tinggi."pesannya. (RS)