Daftar Isi [Tampil]

Oleh, Debi Rahman, SH
Pengacara dan pengamat kebijakan publik
OPINI - Sebelum- sebelumnya  aktifitas  pertambangan Logam  sebut saja  seperti pertambangan emas, perak, besi dan lain-lain. banyak dimonopoli oleh kavital- kavital besar atau kata lainya perusahaan tambang haruslah sebuah perusahaan raksasa, rakyat kecil hanya jadi penonton di daerahnya sendiri, rakyat melakukan penambangan dengan skala kecil dianggap ilegal dan tidak ada ruang regulasi yang melindung.

Melalui UU Nomor 2 tahun 2025 perubahan dari UU Nomor 4 tahun 2009  tentang Pertambangan Minerba membuka ruang bagi rakyat untuk bisa mengolah lahannya dengan sekala kecil- kecilan dengan potensi hasil produksi yang cukup menjanjikan walaupun berskala kecil, adanya saluran regulasi setidak- tidaknya rakyat  tidak jadi penonton perusahaan- perusahaan raksasa menggali emas, perak, besi dll dari tanah mereka, namun rakyat bisa jadi pelaku langsung dan merasakan manisnya harta kekayaan tanah leluhur mereka.

NTB adalah salah satu daerah yang memiliki potensi dan dapat memanfaatkan momentum pasca UU minerba terbaru ini, mengingat wilayah tambang rakyat/WPR yang ditetapkan pemerintah pusat sudah jelas, Lombok Barat, Sumbawa, Bima dan Dompu, dengan melaksanakan regulasi yang sudah ada setidaknya kita tidak lagi mendengar istilah tambang ilegal yang dilakukan oleh rakyat/masyarakat, dan kami yakin lahirnya UU bukan ujuk- ujuk tampa sebab namun lahirnya UU memiliki latar belakang dan tujuan yang jelas yakni bagaimana mensejahterakan rakyat, tambang rakyat pasti harapan negara adalah bagaimana rakyat sejahtera dan mandiri tambang.

Kebijakan Gubernur NTB mengeluarkan IPR/ izin pertambangan rakyat beberapa hari kemarin,  ini adalah bentuk, bagian dari kebijakan yang pro rakyat dan mengawal UU minerba yang baru, karena menurut kami kebijakan pertambangan harus menguntungkan Rakyat/masyarakat dan membuat kemandirian tambang bagi masyarakat.