Daftar Isi [Tampil]

Humaidi, SH., Ketua Asosiasi Tambang Galian C Lombok Timur
LOMBOK TIMUR, NTB - Radarselaparang.com ||  Ketua Asosiasi Tambang Galian C Lombok Timur, H. Humaidi, mengungkapkan keprihatinannya terhadap maraknya penambang ilegal dan rumitnya regulasi perizinan yang menghambat sektor pertambangan di Lombok Timur. Hal ini disampaikannya dalam upaya mengajak investor untuk berinvestasi di daerah tersebut.

Humaidi menyoroti fakta bahwa dari 76 anggota asosiasi sebelumnya, kini hanya tersisa sekitar 21-22 anggota yang berizin. Angka ini kurang dari 20% dari total penambang di wilayah tersebut. Ia menegaskan bahwa permasalahan utama adalah regulasi yang berbelit, waktu perizinan yang panjang, dan biaya yang mahal, yang akhirnya mendorong para penambang untuk memilih jalur ilegal.

"Ribetnya regulasi, panjangnya waktu, biayanya, sehingga ada jalur alternatif, itu yang kita tidak ada konten hal ini bukan ranah kita," ujar Humaidi, Ia berharap pemerintah daerah dapat mengambil kebijakan tegas untuk mengatasi masalah ini, pada Selasa (29/7).

Meski demikian, Hamdi mengapresiasi semangat dan upaya Bupati Lombok Timur yang berkomitmen membantu mempermudah perizinan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

"Sampai Pak Bupati mengatakan bahwa nanti kita mau terbantu melalui jalur apa namanya perizinan PTSP, satu pintu," tambahnya. Bupati bahkan menyatakan kesediaannya untuk menelepon Gubernur demi kelancaran perizinan.

Keberadaan penambang ilegal tidak hanya merugikan penambang legal, tetapi juga berdampak pada Pendapatan Asli Daerah (PAD). Penambang ilegal yang tidak memiliki beban biaya perizinan dan retribusi dapat menjual hasil tambang dengan harga jauh lebih murah, menciptakan persaingan tidak sehat.

"Harga anjlok, harga nyungsep, harga bebas di depan. Karena apa? Inilah para-para penambang yang tidak punya izin. Tapi semua pihak terkait jadi penonton," keluh Hamdi. 

Ia mencontohkan harga terendah pasir galian C yang seharusnya Rp 400.000 (Rp 340.000 + retribusi Rp 60.000), kini dijual seharga Rp 300.000 bahkan Rp 200.000 oleh penambang ilegal.

H. Humaidi juga menekankan pentingnya ketaatan terhadap aturan demi menjaga marwah pengusaha. "Kalau ini marwah yang ingin kita kembalikan sebagai habitat, kita sebagai pengusaha harus taat sama aturan yang ditentukan sama negara ya harus ditutup," tegasnya.

Ia mendesak Bupati untuk menutup operasi penambang yang tidak memiliki izin, tanpa alasan apapun. Menurutnya, keberadaan penambang legal, meskipun sedikit, tetap dapat menciptakan lapangan kerja dan memberikan kontribusi nyata bagi daerah.

"Percuma ada regulasi negara itu kalau begini. Udah bikin aturan ada izin, sudahlah namanya bebas kan begitu. Pertanyaannya seperti biasa kita kayak shalat, masa sah shalat itu tanpa wudlu'," pungkas Hamdi, menganalogikan pentingnya perizinan sebagaimana wudlu' sebelum shalat. (RS)