Daftar Isi [Tampil]

Bupati Lombok Timur, H. Haerul Warisin, bersama Gubernur NTB, Lalu Muhammad Iqbal saat mengikuti Tradisi Ngayu Ayu di Sembalun
LOMBOK TIMUR, NTB - Radarselaparang.com || Tradisi Ngayu Ayu kembali digelar dengan penuh khidmat di Desa Sembalun, Lombok Timur, menjadi puncak perayaan budaya yang tak hanya kaya makna, tetapi juga menjadi cermin kesejahteraan masyarakatnya, pada Kamis (17/7).

Bupati Lombok Timur, H. Haerul Warisin, dalam sambutannya menekankan pentingnya generasi muda untuk tidak hanya sekadar menghadiri, melainkan meneruskan dan mengimplementasikan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.

"Ngayu Ayu bukan hanya sekadar budaya melainkan menyimpan tuntunan, doa, dan harapan," ujar Bupati Warisin. 

Ia mengungkapkan kebanggaannya, bahwa berkat tradisi yang menggambarkan eratnya hubungan dengan alam dan isinya ini, tak ada penduduk Sembalun yang masuk kategori miskin. 

Ngayu Ayu disebutnya sebagai salah satu bentuk pelestarian adat budaya di Lombok Timur bagian Utara, sementara wilayah lain di Lombok Timur juga menyimpan tradisi adat budaya yang tak kalah menarik. Apresiasi setinggi-tingginya disampaikan kepada masyarakat yang senantiasa menjaga kelestarian adat budayanya.

"Atas nama Pemerintah dan masyarakat Lombok Timur, saya menyampaikan terima kasih kepada seluruh yang hadir, Bapak Gubernur, masyarakat adat, ratu dan raja, dari berbagai wilayah di Indonesia, yang tetap dengan penuh khidmat mengikuti Ngayu Ayu di Sembalun ini," tambah Bupati, menggarisbawahi persatuan yang tercipta dalam acara tersebut.

Gubernur NTB, H. Lalu Muhammad Iqbal, yang turut hadir bersama Ketua TP PKK Provinsi NTB, menyampaikan bahwa Ngayu Ayu adalah wujud syukur atas kemakmuran dan kesejahteraan yang diberikan Allah SWT. Ia juga menyebut kegiatan ini sebagai bentuk penghormatan kepada Gunung Rinjani dan tradisi menjaga keseimbangan alam.  

"Tradisi ini diharapkan dapat terus dilestarikan," harap Gubernur Iqbal.

Tradisi Ngayu Ayu, yang dilaksanakan setiap tiga tahun sekali, dimulai dengan serangkaian ritual sakral. Diawali dengan pengambilan air dari 13 mata air oleh pemangku adat Sembalun yang kemudian dikumpulkan di Berugak Desa Sembalun Bumbung. Ritual dilanjutkan dengan pembacaan lontar oleh para Pujangga Sasak dan sesampang, yaitu pemberitahuan kepada leluhur dan penguasa alam.

Setelah itu, dilakukan penyembelihan kerbau. Kepala kerbau tersebut kemudian dikubur sebagai pantek atau pasak bumi Sembalun dan Lombok Timur umumnya, melambangkan kekuatan dan perlindungan.

Prosesi berlanjut pada hari berikutnya dengan pemberangkatan air dari berugak desa menuju lapangan upacara adat, yang diikuti oleh pemuka adat dan pemuka masyarakat, diiringi tarian tandang mendet yang khas. Puncaknya adalah mapakin, diawali dengan silaturahmi antara sesepuh adat dengan para tamu undangan. Tak hanya dari masyarakat dan pemimpin bangsa Sasak, tamu undangan juga berasal dari berbagai daerah di Nusantara, menunjukkan jangkauan kebudayaan yang luas.

Mapakin dilanjutkan dengan tiga prosesi lemparan ketupat sebagai perlambang kesempurnaan salat lima waktu, kesempurnaan bulan (purnama), dan 25 Nabi serta Rasul, memadukan nilai-nilai spiritual dengan kearifan lokal.

Prosesi adat ini ditutup dengan Perang Pejer atau perang penolak bala, dan penumpahan air dari seluruh mata air di Kali Pusuk sebagai perlambang penyatuan bumi, air, hutan, dan seluruh komponen alam lainnya. Ngayu Ayu tak hanya menjadi perayaan budaya, tetapi juga sebuah doa bersama untuk harmoni dan keberkahan alam Sembalun dan Lombok Timur.