![]() |
Wakil Bupati Lombok Timur, H. Moh. Edwin Hadiwijaya bersama Kabid PP |
Wakil Bupati Edwin menjelaskan bahwa tim Oprasi Kejar Pajak (OPJAR) yang diturunkan bukan semata untuk mengejar tunggakan, melainkan untuk memperbarui data peninggalan Direktorat Jendral Pajak (DJP) yang dilimpahkan ke pemerintah daerah sejak tahun 2014.
"Kami sedang meng-update data, karena masih banyak permasalahan seperti wajib pajak yang sudah membayar namun masih muncul tagihan, atau adanya pemecahan sertifikat induk yang belum terdata dengan baik," ujarnya.
Salah satu kendala utama yang dihadapi adalah adanya human error dalam proses input data manual. Dengan hampir 400.000 hingga 450.000 Nomor Objek Pajak (NJOP) yang harus di entri, proses manual sangat rentan terhadap kesalahan.
"Sistem kami masih ada manualnya, tidak full di kita. Bisa jadi human error terjadi di operator," terang Wabup Edwin.
Untuk mengatasi hal ini, Pemerintah Kabupaten Lombok Timur akan melakukan perbaikan dan pengembangan sistem secara menyeluruh. Database lama yang ditinggalkan DJP dinilai sangat bagus oleh tim IT dan hanya perlu dikembangkan.
"Kita akan menggandeng aplikasi baru, ada yang kami beli putus dari pihak ketiga, dan ada yang dikembangkan oleh teman-teman di sini agar mudah. Ini akan diintegrasikan dengan 9 pajak lain di luar PBB dan BPHTB yang sudah berjalan," jelas Wabup.
Integrasi ini juga akan mencakup koneksi dengan bank-bank besar seperti BRI dan Mandiri, sehingga masyarakat memiliki banyak channel untuk pembayaran pajak.
Wakil Bupati Edwin juga menyoroti keluhan masyarakat terkait kenaikan NJOP yang signifikan, terutama pada blok pajak yang terlalu besar.
"Sistem lama itu bloknya terlalu besar, sehingga harga di depan jalan yang mahal, yang di belakang juga kena harga yang sama. Ini yang dikomplain masyarakat," katanya.
Ke depan, pemerintah akan berupaya membuat blok pajak yang lebih detail, misalnya dengan membagi menjadi 30 meter pertama, kemudian 30-60 meter, dan seterusnya. Kendala yang dihadapi saat ini adalah akses data peta dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Kita belum bisa mengakses data peta di BPN karena lembaga berbeda. Kita baru ada kerja sama untuk BPHTB saja. Ini akan kita coba kembangkan sampai ke peta sertifikat," imbuhnya.
Guna meningkatkan akurasi data wajib pajak, Pemerintah Kabupaten Lombok Timur telah menjalin kerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).
"Dengan NIK, kita bisa mengakses data orang di Lombok Timur semua, sehingga akan melengkapi perbaikan data kita. Jadi mau ngecek cukup NIK-nya berapa, PBB-nya berapa, sudah langsung kelihatan," papar Wabup Edwin.
Validasi data menjadi prioritas utama karena merupakan teguran dari BPK. Jika tidak diperbaiki, Lombok Timur berisiko mendapatkan opini WDP (Wajar Dengan Pengecualian) tahun depan, yang akan menutup kemungkinan mendapatkan Dana Insentif Daerah.
"Kami sudah 9 kali WTP, tapi sekarang betul-betul di-warning untuk memperbaiki PBB dan aset ini," tegasnya.
Perbaikan penginputan data SIM PBB dan SIMDA BMD (Sistem Informasi Manajemen Daerah Barang Milik Daerah) sedang berjalan dengan melibatkan sekitar 700 operator di kecamatan dan OPD. Semua proses kini sudah online, mengurangi beban teman-teman di BPKAD yang sebelumnya masih menggunakan Excel.
Kepala Bidang PBB Bapenda Lombok Timur, Tohri Habibi, menambahkan bahwa kedatangan Wakil Bupati ke Bapenda dalam rangka meninjau tingkat keberhasilan tim OPJAR. Data menunjukkan bahwa dari sekitar 400.000 rumah di Lombok Timur, hanya sekitar 140.000 SPPT yang memiliki bangunan, menyisakan banyak rumah yang belum terdata.
Program pemutakhiran data ini juga mencakup upaya pendataan rumah yang belum memiliki SPPT. Masyarakat diimbau untuk mendaftarkan propertinya karena proses ini gratis dan tanpa biaya.
"Kadang-kadang mereka sudah punya SPPT, hanya tanah kosong, rumahnya belum masuk agar pajaknya rendah. Tetapi, keadilan itu harus, jangan hanya sebagian yang terdata, sebagian tidak," kata Tohri.
Bapenda juga bekerja sama dengan desa untuk melakukan pendataan ini, menyiapkan aplikasi pendukung, dan memastikan keadilan dalam perhitungan pajak. Tim penilai akan menilai secara teknis harga rumah berdasarkan luas, konstruksi (beton, bata, atau lainnya), dan kondisi bangunan. Aplikasi khusus akan membantu tim penilai dalam melakukan penilaian ini.
Bagi masyarakat miskin, dimungkinkan adanya pengurangan atau pembebasan pajak, sesuai dengan regulasi yang ada. "Bupati berwenang memberikan banyak kelonggaran. Jadi, walaupun tingginya (pajak) tidak berpengaruh sebetulnya kalau bagi masyarakat miskin, ya tetap tidak perlu kena pajak," pungkas Tohri. (RS)