Daftar Isi [Tampil]

Ahli waris saat menunjukkan bukti kepemilikan hak pakai lahan Pasar Tanjung Luar Kecamatan Keruak.
LOMBOK TIMUR - Radarselaparang.com || Polemik sengketa lahan Pasar Tanjung Luar di Kecamatan Keruak, Lombok Timur, semakin memanas. Ahli waris Daeng Jaohari yang telah lama merasa dirugikan mengancam akan menyegel pasar jika tuntutan mereka untuk memperoleh keadilan dan ganti rugi lahan yang telah digunakan selama puluhan tahun tidak segera dipenuhi oleh Pemerintah Daerah.

Ketegangan ini terjadi setelah puluhan tahun tanah seluas 37 are milik ahli waris tersebut digunakan sebagai area pasar tanpa adanya kompensasi atau ganti rugi yang jelas. Salah satu ahli waris, Daeng Marjuni, menegaskan bahwa pihaknya memiliki bukti kuat berupa surat perjanjian pinjam pakai lahan yang dibuat pada tahun 1968.

“Kami punya surat perjanjian di tahun 1968, pemerintah desa meminjam 27 are plus 10 are untuk perluasan pasar sehingga total 37 are,” ujarnya pada Rabu, 3 September 2025.

Marjuni menjelaskan, berdasarkan Sertifikat Hak Guna Pakai (HGP) yang dikeluarkan kepada Pemda Lombok Timur, masa berlakunya telah berakhir pada tahun 2021. Hal ini menjadi dasar kuat bagi ahli waris untuk menuntut hak mereka kembali atas lahan tersebut. Ia kembali menegaskan bahwa jika pemerintah memang menggunakan lahan tersebut, mestinya tidak memegang sertifikat yang telah habis masa berlakunya dan seharusnya memberikan pembagian yang adil.

“Kami hanya minta keadilan. Kalau tidak ada kabar dari pemerintah secepatnya, ya kita akan segel pasar ini. Kita tutup dulu,” tegas Daeng Marjuni.

Ancaman penyegelan ini bukan sekadar gertakan, melainkan upaya keras untuk mendapatkan hak mereka yang selama ini terlupakan. Namun, para ahli waris terbuka terhadap opsi lain. Mereka bersedia melepas lahan tersebut melalui skema penjualan, asalkan dilakukan dengan harga yang sesuai dengan nilai pasar saat ini.

“Ini kan sekarang lahan emas, tidak semudah itu pemerintah melepaskan aset-aset daerah ini,” pungkasnya.

Sementara itu, salah satu pedagang yang diminta keterangan terkait kepemilikan tempat dia menyewa ruko tidak mengetahui siapa pemiliknya. Melainkan hanya membayar upeti atau distribusi terhadap  petugasnya yang ada di pasar . 

"Saya hanya taunya menyewa tempat saja, masalah kepemilikab saya tidak tahu, Karena saya juga orang luar," jelasnya. 

Secara terpisah, Kepala Desa Tanjung Luar, Daeng Saiful Rahman, mengakui bahwa sengketa lahan ini sudah berlangsung cukup lama dan hingga kini belum menemukan titik terang. Ia membenarkan bahwa ahli waris memang memiliki dokumen sah sebagai dasar tuntutan. Ia berharap persoalan ini dapat diselesaikan secara musyawarah untuk menghindari kerugian kedua belah pihak.

Lebih lanjut, Kades Saiful mengungkapkan bahwa pengelolaan area pasar juga menjadi persoalan tambahan. Sebagian area pasar dikelola secara resmi oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendapatan, sedangkan sebagian lainnya dikuasai langsung oleh ahli waris. Bahkan disebutkan sejumlah bangunan permanen seperti ruko yang didirikan oleh ahli waris tertentu dan pendapatan sewanya tidak pernah masuk ke kas daerah.

“Bangunan ini disewakan per tahun dan per bulan, dan pendapatan itu masuk ke salah satu ahli waris, bukan ke daerah,” jelasnya.

Ia mengingatkan pentingnya penyelesaian masalah agar seluruh pendapatan dari pengelolaan lahan dan bangunan dapat masuk ke kas daerah, yang nantinya dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Kades Saiful juga menambahkan bahwa sertifikat HGP yang dipegang Pemda diterbitkan secara sepihak. Saksi warga yang namanya tertera sebagai penunjuk batas tanah dalam sertifikat tersebut bahkan tidak mengakui pernah melakukan penunjukan batas. Hal ini memperkuat posisi ahli waris dalam menuntut hak atas tanah tersebut.

“Ini semakin memperkuat posisi ahli waris dalam menuntut hak mereka,” tutupnya .