Daftar Isi [Tampil]

Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Timur, Ugik Ramntiyo
LOMBOK TIMUR - Radarselaparang.com || Pengadilan Negeri Selong menjatuhkan vonis sembilan tahun penjara kepada terdakwa Sabirhan alias Abing bin Mihjanul Paidi, seorang oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berprofesi sebagai guru di Sembalun. Ia dinyatakan bersalah atas kasus rudapaksa berulang terhadap siswinya sendiri yang terjadi sejak korban berusia 8 tahun.

Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Timur, Ugik Ramantyo, didampingi Kasubsi Intelijen dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Widya, menyatakan bahwa putusan tersebut telah diterima oleh pihak Kejaksaan.

"Sudah ada putusan pengadilan, yaitu pidana penjara selama 9 tahun dikurangi masa tahanan," ujar Ugik, pada Rabu (8/10).

Ia menambahkan bahwa putusan ini telah mencapai dua pertiga dari tuntutan JPU sebelumnya, yaitu 10 tahun penjara. "Apabila terdakwa tidak melakukan upaya hukum, kami menerima putusan tersebut," tegasnya.

Kasus kekerasan seksual ini mengejutkan publik karena dilakukan oleh seorang tenaga pendidik terhadap anak didiknya. Perbuatan bejat tersebut dilakukan sebanyak lima kali dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 2019 hingga 2024, saat korban masih di bawah umur.

Menurut data yang dihimpun Kejaksaan, kejadian pertama terjadi saat korban berusia 8 tahun. Kemudian berlanjut empat kali saat korban masih duduk di bangku SD (Kelas 4, Kelas 5, dan Kelas 6) di tempat pelaku mengajar. Puncak dari rentetan kejadian tersebut terjadi untuk yang kelima kalinya di sebuah hutan di Sembalun saat korban duduk di Kelas 1 MTs dan sekarang usia korban 13 tahun.

Selain hukuman penjara, majelis hakim Pengadilan Negeri Selong juga menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan sesuai dengan tuntutan JPU.

Terdakwa disangkakan melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak, yaitu Pasal 81 ayat 2 UU RI Nomor 17 Tahun 2016 (tentang penetapan Perpu dengan Undang-Undang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 2016 atas UU Nomor 23 Tahun 2002), dan juga Pasal 6 huruf e dan huruf g UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Terkait status kepegawaian terdakwa, Kasi Intel Kejari Lombok Timur menyebutkan bahwa proses pemberhentian sebagai PNS akan dikembalikan dan ditindaklanjuti oleh Dinas Pendidikan (Diknas) tempat terpidana bernaung.

Saat ini, terdakwa masih memiliki waktu tujuh hari setelah putusan untuk menentukan sikap apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan tersebut.

"Jika dalam batas waktu yang ditentukan terdakwa tidak menyatakan banding, maka putusan ini akan dianggap berkekuatan hukum tetap (inkracht)." pungkas Ugik. (RS)