Daftar Isi [Tampil]

Oleh; Lalu Darmawan 

Pengurus Yayasan Masjid Baiturrahim Penujak Lombok Tengah 


OPINI - Radarselaparang.com || Diskursus post-truth menjadi populer sekitar tahun 2016, saat Oxford Dictionaries menetapkannya sebagai "Word of the Year." Istilah ini merujuk pada keadaan di mana fakta-fakta objektif memiliki pengaruh yang lebih kecil dalam membentuk opini publik dibandingkan dengan emosi dan keyakinan pribadi. Dalam konteks ini, informasi yang tidak akurat atau bahkan sepenuhnya salah dapat dengan mudah diterima dan disebarkan, situasi ini tentu memerlukan perangkat ilmu pengetahuan mutakhir untuk meresponnya, ditengah selebrasi self-branding (orang memediakan dirinya sendiri) melalui berbagai platform media sosial.


Pada situasi ini pula betapa kemudian pentingnya kehadiran negara untuk menjamin keadaban badan publik dalam mengelola keterbukaan informasi publik yang terpercaya dan akurat. Semangat kita terhadap keterbukan informasi publik bukan semangat personal atau kelompok tertentu saja, melainkan semangat dan cita cita kita bersama. Sebab lebih dari 14 tahun proyeksi pengetahun tentang informasi publik di Indonesia diterapkan, sejatinya sudah seharusnya telah menuai hasil nyata dan terang benerang, tapi ternyata harapan itu masih memerlukan perhatian kita semua untuk mewujudkannya, semua informasi acapkali dipandang sebagai rahasia, kecuali yang diizinkan untuk dibuka. 


Perubahan proyeksi pengetahuan atau paradigma tersebut dikuatkan dalam komitmen yuridis dengan lahirnya Undang Undang No.14 Tahun 2008 tentang Katerbukaan informasi Publik (UU KIP yang secara operasional diberlakukan tahun 2010. Kendati sebetulnya, dalam konstitusi Indonesia Jaminan atas akses informasi ini sudah tercantum sejak amandemen kedua, 18 Agustus 2000 bahwa UUD 1945 Pasal 28F menyatakan: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.


Terjadinya perubahan proyeksi pengetahuan tersebut sekurangnya didasarkan pada tiga poin pokok. Pertama hak untuk memperoleh informasi merupakan hak konstitusional yang wajib dipenuhi oleh negara sebagaimana amanat Pasal 28F UUD 1945; Kedua, kegiatan-kegiatan Badan Publik secara umum dibiayal oleh uang negara dilaksanakan juga sesuai dengan amanah yang diberikan oleh rakyat, termasuk melalui pemilihan pejabat pejabat tertentu (publik), sehingga badan publik tersebut wajib mempertanggungjawabkannya kepada publik. Hal inilah yang kemudia dikenal dengan istilah akuntabilitas yang harus dinampakkan oleh setiap Badan Publik. Dan ketiga, pada tataran yang lebih praktis, keterbukaan informasi publik dijajarkan guna meningkatkan kualitas partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan, sehingga dapat turut serta meningkatkan kualitas keputusan dan pertanggung jawaban.


Hal yang paling diidealkan dari  UU KIP ini adalah terjaminnya pemenuhan hak publik untuk mendapatkan informasi mendorong terwujudnya penyelenggaraan negara yang transparan dan tata pemerintahan yang baik (good governance); mendukung penyelenggaraan negara yang demokratis berdasarkan transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas memotivasi Badan Publik untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya dan bebas dari KKN; dan mengantisipasi perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat, sehingga meningkatkan mobilitas masyarakat memperoleh informasi dengan mudah, cepat dan akurat.


Sementara itu, harapan praktisnya adalah terpenuhinya hak dan kewajiban masyarakat dan Badan Publik dalam bidang informasi. Setiap orang berhak untuk memperoleh informasi publik: melihat dan mengetahui informasi publik, menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh informasi publik, mendapatkan salinan informasi publik melalui permohonan, menyebarkan informasi publik, mengajukan permintaan informasi publik, sampai mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh informasi publik mendapatkan hambatan. Badan Publik pun mempunyai hak untuk menolak permohonan informasi yang dikecualikan dan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Oleh karena itu, pemberlakukan UU KIP mulai 1 Mei 2010 diharapkan berdampak penting demi kemajuan Indonesia karena memberikan jaminan bagi setiap warga negara untuk memperoleh informasi dari Badan Publik dan setiap pelanggarnya akan berkosekuensi hukum. Setiap Badan Publik memiliki kewajiban menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan; menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan, harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah; membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap orang atas Informasi Publik.


Dalam catatan penulis, dalam suatu kegiatan seleksi terbuka dilakukan oleh satu badan publik, untuk keperluan sumber daya kepanitiaan, dan salah satu tahap seleksinya adalah tes wawancara sebagaimana pedoman dan petunjuk pelaksanaannya. Pemohon mengajukan permohonan hasil tes wawancara personalnya, tetapi oleh PPID Badan Publik tersebut permohonan pemohon ditolak, karena alasan informasi yang dikecualikan, sehingga kemudian disengketakan di Komisi Informasi. Pertama melalui proses mediasi dengan kesimpulan lanjut sidang ajudikasi non litigasi. Sampai pada putusan permohonan tidak diterima.


Dalam formulasi tersebut, sesungguhnya permohonan pemohon masih berhak mengajukan banding, tetapi upaya banding tidak dilakukan oleh pemohon karena alasan ketiadaan beaya lebih lanjut. (banding memeriksa kembali fakta dan hukum dari putusan pengadilan tingkat pertama ke Pengadilan Tinggi). Dalam hal pada tingkat banding juga ditolak, maka pemohon dapat melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (kasasi merupakan memeriksa penerapan hukum dan prosedur pada putusan pengadilan tingkat banding ke Mahkamah Agung, tanpa mesti memeriksa kembali fakta kasus).


Mencermati contoh permohonan tersebut, hemat penulis, perlu kecermatan dan ketelitian yang lebih kuat mendalam pada uji konsekwensi jika informasi a quo dibuka apakah dapat merugikan banyak pihak, apakah dapat mengancam ketertiban. Atau justeru sebaliknya dengan informasi tersebut di tutup maka sesungguhnya telah merugikan pemohon, dan membiarkan suatu proses pelaksanaan tugas pejabat publik memutuskan keputusan yang sewenang wenang dan sarat kepentingan.


Karena itu, maka semangat dan tujuan UU KIP sekurang kurang terdapat 7 (tujuh) tujuan pokok yaitu;  a. untuk menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik, d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan; e. mengetahui alasan. kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup. orang banyak; f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untu menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.


Dengan demikian, maka dapat disimpulkan betapa urgensinya keberadaan komisi informasi untuk memastikan terpenuhinya hak hak publik dalam menerima informasi yang tepat, cepat, murah dan mudah. Jika informasi itu dapat dan aman dibuka mengapa mesti ditutup apalagi dapat menciptakan kecurigaan yang sewaktu waktu dapat membakar kepatuhan dan kedisiplinan aparatur badan publik  (ibarat api dalam sekam, api yang ditutupi sekam jauh lebih berbahaya daripada api yang berkobar kobar). Informasi publik ditata dan dikelola berangkat dengan satu titik muara yaitu demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur. Wallahu a’lam.