![]() |
| Bupati Lombok Timur, H. Haerul Warisin,saat melakukan peninjauan lokasi pembangunan jembatan yang putus di Prigi akibat banjir |
Lombok Timur – Radarselaparang.com || Kurang dari seminggu setelah bencana banjir memutuskan akses utama warga, Pemerintah Daerah (Pemda) Lombok Timur bergerak cepat. Bupati Lombok Timur, H. Haerul Warisin, pada Senin (24/11), usai mengunjungi Dusun Aik Beta, Desa Perigi, Kecamatan Suela, memastikan pemulihan akses masyarakat akan segera dilakukan.
Jembatan di Desa Perigi terputus pada 19 November lalu setelah arus sungai meluap akibat hujan deras, mengganggu jalur utama penghubung antardesa.
Bupati Iron menegaskan bahwa Pemda Lotim telah berkomunikasi intensif dengan Pemerintah Provinsi NTB dan menemukan solusi instan.
"Dalam waktu dekat, tidak lama lagi jembatan sementara sudah ada di sini, tinggal dipasang, tidak perlu bekerja lama," jelas Bupati di hadapan warga setempat.
Proyek ini menelan biaya sekitar Rp 800 juta dan dirancang untuk menahan beban berat dengan kapasitas jembatan ini mampu dilalui kendaraan bermuatan 5 hingga 7 ton dan ini sebagai solusi yang sangat layak sambil menunggu proses pembangunan jembatan permanen.
"Jembatan ini bisa dilewati oleh mobil yang membawa 5–7 ton," ungkap Bupati, meyakinkan masyarakat tentang kekuatan struktur darurat tersebut.
Selain jembatan di Desa Perigi, Bupati juga melaporkan bahwa Pemda tengah menangani jembatan lain yang menghubungkan Desa Teko dengan Desa Apitaik. Pengerjaan jembatan darurat di lokasi kedua tersebut hampir rampung dan dianggarkan sekitar Rp 1 miliar.
Mengakui bahwa kedua kerusakan jembatan merupakan dampak dari bencana, Bupati telah menjalin komunikasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Pemulihan akses ini sangat vital. Bupati berharap, keberadaan jembatan sementara nantinya dapat kembali menghidupkan geliat ekonomi masyarakat dan menjaga semangat siswa-siswi sekolah untuk kembali menempuh pendidikan tanpa hambatan.
Langkah cepat Pemda Lotim dalam pengadaan dan pemasangan jembatan darurat ini menjadi bukti kesigapan penanganan infrastruktur pasca-bencana di wilayah tersebut.


