MATARAM – Radarselaparang.com || Keputusan Tim Seleksi (Timsel) Calon Anggota Komisi Informasi (KI) NTB periode 2025-2029 yang diumumkan pada 3 November 2025 memicu gelombang protes keras. Sejumlah peserta seleksi, yang diwakili oleh L. Darmawan dan kawan-kawan (dkk), secara terbuka menyatakan penolakan dan keberatan mereka atas hasil yang tertuang dalam Berita Acara Nomor 400.14/20/PANSEL.KI/X/2025 tanggal 31 Oktober 2025.
L. Darmawan
Dalam Pernyataan Sikap yang dirilis, L. Darmawan dkk. menuding Timsel—yang terdiri dari tokoh-tokoh terkemuka seperti Achmad Zihni Rifai, Yusron Hadi, Prof. Kadri, Ahyar Fadli, dan Rospita Vici Paulyn (Komisioner KI Pusat)—telah gagal menjalankan tugas sesuai ketentuan Peraturan KI Nomor 4 Tahun 2016 dan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Wawancara Tanpa Keterbukaan
Poin keberatan utama terletak pada tahap seleksi wawancara, yang disebut telah cacat prosedur dan mekanisme penilaian.
Peserta menuding proses wawancara tidak dilaksanakan secara terbuka sebagaimana diamanatkan Pasal 30 ayat 2 UU Nomor 14 Tahun 2008.
Meskipun wawancara dilaksanakan di ruang Podcast Kantor Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Provinsi NTB, faktanya proses dokumentasi atau perekaman tidak disiarkan secara langsung kepada publik NTB sebagai wujud keterbukaan.
Ia peserta mengaku hanya diwawancarai atau diuji oleh 4 orang Timsel, padahal Pasal 16 ayat 2 Peraturan KI Nomor 4 Tahun 2016 mewajibkan Timsel terdiri dari 5 orang.
L. Darmawan dkk. juga menyoroti dugaan pengabaian Timsel terhadap penilaian pengetahuan tentang keterbukaan informasi publik sebagai hak asasi manusia dan kebijakan publik (Pasal 9 huruf d Peraturan KI Nomor 4 Tahun 2016).
Mereka mencurigai adanya indikasi bahwa peserta yang jawaban tertulisnya tidak lengkap justru diluluskan. Peserta menuntut agar lembar jawaban tertulis (visi, misi, strategi, dan inovasi) pada tahap psikotes dibuka untuk umum.
Lebih lanjut, peserta menyatakan keberatan terhadap pernyataan Ketua Timsel yang menyebut “Keputusan tim seleksi bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat”, yang dinilai sebagai pernyataan prematur dan tidak berlandaskan hukum.
Tudingan paling serius adalah dugaan Timsel telah meloloskan beberapa peserta ke dalam 15 besar yang secara administratif tidak memenuhi syarat karena terdaftar sebagai calon legislatif pada Pemilu 2024.
Hal ini melanggar ketentuan Keputusan Ketua Komisi Informasi Pusat RI Nomor 01/KEP/KIP/III/2010 yang mensyaratkan calon harus membuat surat pernyataan tidak pernah menjadi pengurus/anggota partai politik dalam 5 tahun terakhir, sebagai pengejawantahan asas Komisi Informasi yang bersifat mandiri.
Berdasarkan seluruh poin keberatan tersebut, L. Darmawan dkk. menyatakan akan menempuh jalur hukum dan aduan resmi.
"Dengan penuh tanggung jawab kami menyampaikan Laporan atau aduan masing-masing kepada Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Nusa Tenggara Barat, PTUN Mataram, dan Ketua DPRD Provinsi NTB," tegas pernyataan sikap tersebut.
Mereka menyimpulkan bahwa seleksi calon Anggota Komisi Informasi NTB 2025-2029 "tidak ubah seperti selebrasi dan orkestra jenaka yang mempermainkan tata pemerintahan yang baik," dan berjanji akan membawa masalah ini ke aparat penegak hukum demi mewujudkan prinsip keterbukaan informasi dan nilai kejujuran di NTB. (RS)
