Daftar Isi [Tampil]

H. Suroto, S.KM. Kadis Disnaker lombok Timur.
Lombok Timur - Radarselaparang.com || Sebanyak 75 orang warga Lombok Timur (Lotim) tercatat masuk dalam daftar 125 Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) yang dideportasi dari Malaysia baru-baru ini. Menanggapi fenomena ini, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Lombok Timur, H. Suroto, menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk tetap memfasilitasi kepulangan mereka meski berangkat melalui jalur non-prosedural (ilegal).

H. Suroto menyatakan bahwa pihaknya tidak tinggal diam terhadap nasib para PMI yang bermasalah di luar negeri. Disnaker terus berkoordinasi dengan BP2MI, pemerintah desa, hingga pihak keluarga untuk memastikan proses pemulangan berjalan lancar.

"Siapapun yang melapor, kita fasilitasi. Kita hubungkan dengan BP2MI, kepala desa, dan keluarganya. Bahkan yang meninggal dunia pun kita usahakan gimana caranya supaya cepat dapat perhatian dari pusat maupun kabupaten," ujar H. Suroto saat memberikan keterangan pada Selasa (30/12).

Namun, ia tidak menampik adanya perbedaan mencolok dalam hal perlindungan dan jaminan sosial bagi mereka yang berangkat secara resmi.

"Kalau yang resmi, santunannya luar biasa, bisa sampai ratusan juta rupiah karena ada jaminan sosialnya. Kalau yang lewat 'jalur sebelah', yang penting kita pertemukan kembali dengan keluarga dalam keadaan selamat," tambahnya.

H. Suroto menyoroti tiga kategori alasan mengapa masyarakat masih memilih jalur ilegal yakni Kurang Informasi dikatakan banyak yang belum tahu bahwa sekarang sudah ada aturan, mulai dari Undang-Undang hingga Perdes, Lupa Sudah tahu aturan, tapi seringkali abai karena tergiur proses cepat, dan terakhir Sengaja Melanggar Kelompok yang tetap tidak mau melalui jalur resmi meski sudah diberikan pembinaan.

"Tugas kita adalah memberitahu yang belum tahu, dan mengingatkan yang lupa. Sekarang berangkat ke Malaysia itu sudah ada skema Nol Rupiah. Tidak perlu keluarkan modal, ikuti prosedur, dua bulan berangkat, dan tidak ada potongan gaji," tegasnya.

Pemerintah kini telah mempermudah akses informasi melalui aplikasi Siap Kerja. Melalui aplikasi ini, masyarakat bisa mengecek negara tujuan, kuota yang tersedia, hingga syarat-syarat resmi tanpa harus tertipu calo.
Persoalan utama yang sering dihadapi Disnaker saat membantu PMI ilegal adalah masalah data.

"Banyak yang berangkat tidak lewat kita, pakai KTP mana kita tidak tahu. Seperti kasus jenazah atas nama Supriyanto dari Sukamulia kemarin, kita kesulitan karena nama desa yang sama ada banyak. Kalau tidak terdaftar di sistem kita, sulit untuk mengusahakan santunan," jelas Suroto.

Disnaker mengapresiasi desa-desa yang telah menjadi pelopor jalur resmi (Desa Peduli PMI). Harapannya, pemerintah desa dapat menjadi garda terdepan dalam menginformasikan kepada warga agar tidak lagi tergoda oleh tawaran berangkat cepat namun berisiko tinggi.

"Kita ingin masyarakat pulang dengan selamat dan membawa hasil. Mari gunakan jalur pemerintah melalui PT yang resmi dan terdaftar di Lombok Timur agar kami bisa memantau dan melindungi," pungkasnya. (RS)