Peduli Bencana" di Nagari Salareh Aia, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, pada Sabtu (6/12), Menteri Nusron tidak hanya menyerahkan bantuan. Ia menyempatkan diri berdialog dan mendengarkan langsung cerita pilu warga yang kehilangan 29 anggota keluarga—dengan 8 orang masih dalam pencarian—akibat terjangan air bah.
“Kehadiran kami di tengah warga bukan sekadar formalitas. Kami mendengarkan langsung ungkapan warga karena kehilangan keluarga, ini adalah bentuk tanggung jawab dan solidaritas yang tidak bisa ditawar,” ujar Nusron Wahid.
Penyerahan bantuan yang terpusat di Pos Layanan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) ini disalurkan dengan sinergi kuat. Menteri Nusron didampingi oleh Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Marsudi Syuhud, dan Kepala Kanwil BPN Sumbar, Teddi Guspriadi.
Keterlibatan MUI sebagai mitra pengusul lokasi penyaluran memastikan bahwa bantuan mendesak, seperti bantal dan selimut, paket makanan, kebutuhan bayi, perlengkapan ibadah, hingga obat-obatan, benar-benar sampai kepada 154 orang yang paling terdampak dan kehilangan tempat tinggal.
“Saya ingin memastikan bahwa bantuan ini tidak hanya simbolis. Kita harus benar-benar hadir dengan empati, mendengar teriakan warga, dan memastikan kebutuhan mereka terpenuhi. Inilah bukti bahwa negara hadir, terutama ketika masyarakat berada di masa paling sulit,” tegasnya, menegaskan bahwa pemulihan dan pendampingan pascabencana adalah prioritas utama pemerintah.
Meskipun bencana telah menghancurkan rumah, lahan pertanian, dan fasilitas umum, Menteri Nusron tetap optimistis melihat kekuatan yang ada di lokasi.
“Bencana memang tidak bisa kita cegah, tapi cara kita meresponsnya akan menentukan seberapa cepat masyarakat bisa bangkit kembali. Di sini saya melihat semangat gotong royong yang sangat kuat, dan itu yang membuat saya optimistis,” tutupnya.
Program ATR/BPN Peduli Bencana ini menjadi penegasan bahwa kepedulian sosial kementerian di bawah Nusron Wahid dijalankan melalui sinergi nyata antara pemerintah, lembaga keagamaan, dan relawan, menjadikan empati sebagai inti dari penanganan bencana. (*)


